kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BPJS Watch menilai Perpres 64/2020 memberatkan masyarakat


Selasa, 12 Mei 2020 / 22:37 WIB
BPJS Watch menilai Perpres 64/2020 memberatkan masyarakat
ILUSTRASI. Petugas memasukkan data pelayanan di Kantor Pelayanan Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jakarta Pusat. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/ama.


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah resmi mengubah iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri yakni pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) melalui Peraturan Presiden nomor 64 tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Meski terdapat perubahan iuran, BPJS Watch menilai aturan ini masih memberatkan masyarakat. Pasalnya iuran peserta mandiri kelas I dan II dianggap tidak jauh berbeda dengan aturan sebelumnya.

Baca Juga: Jokowi resmi ubah iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan, jadi berapa?

"Pemerintah sudah kehabisan akal dan nalar sehingga dengan seenaknya menaikkan iuran tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat. Padahal di pasal 38 di perpres ini menyatakan kenaikan iuran harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat," ujar Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar dalam keterangan tertulis, Selasa (12/5).

Dalam Perpres tersebut, iuran bagi peserta PBPU dan peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I sebesar Rp 150.000 per orang per bulan. Angka ini lebih rendah dari Perpres 75/2019 yang sebesar Rp 160.000 per orang per bulan.

Sementara, untuk kelas II yakni sebesar Rp 100.000 per orang per bulan. Dalam aturan sebelumnya yakni Perpres 75/2019, disebutkan iuran untuk peserta mandiri kelas II sebesar Rp 110.000. Untuk kelas III, iuran yang ditetapkan sebesar Rp 42.000 per orang per bulan.

Selanjutnya, iuran peserta PBU dan BP untuk Januari, Februari dan Maret tetap mengacu pada Perpres 75/2019 sementara iuran untuk bulan April, Mei dan Juni 2020 sesuai dengan Perpres 82/2018 yakni Rp 25.500 untuk kelas III, Rp 51.000 untuk kelas II dan Rp 80.000 untuk kelas I.

Baca Juga: Transaksi OttoPay naik 10% selama pandemi Corona

"Pemerintah tidak memiliki kepekaan sosial terhadap rakyat peserta mandiri. Di tengah pandemi dan resesi ekonomi saat ini putusan MA hanya berlaku 3 bulan yaitu April, Mei dan Juni 2020," kata Timboel.

Padahal, menurutnya, peserta mandiri adalah kelompok masyarakat pekerja informal yang perekonomiannya sangat terdampak oleh Covid-19.

Bukan hanya soal iuran, di tahun mendatang terdapat peningkatan denda bagi peserta yang sempat tidak aktif dan menunggak. Denda yang dikenakan menjadi 5% di 2021, padahal sebelumnya denda hanya 2,5%.

Timboel pun turut menyoroti hal lain yang diatur dalam aturan ini. Pasalnya, untuk iuran PBPU dan PBI kelas III, di tahun ini peserta membayar Rp 25.500 per orang per bulan, sementara sisanya sebesar Rp 16.500 akan dibayar oleh pemerintah pusat sebagai bantuan iuran.

Baca Juga: Aksi Bela Negara BPJAMSOSTEK di Tengah Pandemi

Lalu, untuk tahun 2021 dan tahun berikutnya, peserta membayar Rp 35.000 per orang per bulan, lalu Rp 7.000 akan dibayar oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai bantuan iuran. Menurut Timboel, pemerintah sudah melanggar ketentuan UU SJSN, dimana pemerintah membayar iuran JKN rakyat miskin.

"Tetapi di Perpres 64 ini kelas III mandiri yaitu PBPU dan BP disubsidi Rp 16.500 oleh Pemerintah sejak 1 Juli 2020. Bahwa ada peserta PBPU dan BP yang mampu tetapi iurannya disubsidi pemerintah," kata Timboel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×