Reporter: Amalia Fitri | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) melakukan kolaborasi penelitian di bidang kesehatan bersama Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) dari University of Washington.
Dalam keterangan resmi yang diterima Kontan, Selasa (9/4), Direktur Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) University of Washington, Prof. Christopher Murray mengatakan, terjadi pergeseran tren penyakit di Indonesia selama 27 tahun terakhir.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Prof. Murray sebelumnya, pada tahun 1990, gangguan persalinan (neonatal disorders) menempati urutan pertama sebagai kasus penyakit terbanyak yang terjadi, disusul oleh infeksi saluran pernapasan bawah, gangguan pencernaan, tuberkulosis, dan stroke.
Namun pada tahun 2017, stroke melejit ke urutan teratas, diikuti oleh penyakit jantung, diabetes, gangguan persalinan, serta tuberkulosis. Di antara sekian faktor yang menyebabkan perubahan tren penyakit tersebut, salah satunya adalah gaya hidup.
Ia menjelaskan, pada skenario yang dikembangkan berbasis hasil penelitian sebelumnya, pada tahun 2040 penyakit jantung diprediksi akan menempati peringkat pertama. Disusul dengan stroke, diabetes, gagal ginjal kronis, dan tuberkulosis.
Empat dari lima penyakit tersebut merupakan penyakit tidak menular yang sebetulnya bisa dicegah melalui upaya promotif dan preventif. "Ada beberapa hal yang berkontribusi atas munculnya penyakit-penyakit tersebut, yaitu tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, obesitas, pola makan, dan rokok,” ujar Murray.
Ia berharap, kolaborasi ini akan membantu memprediksi tren penyakit di masa yang akan datang dan memetakan pola persebaran penyakit di daerah-daerah Indonesia. dengan demikian, upaya promotif preventif yang dilakukan berjalan efektif sesuai dengan kondisi dan karakteristik masing-masing daerah.
Hal itu dikuatkan oleh Menteri Kesehatan RI periode 2012 - 2014 Nafsiah Mboi. Ia mengatakan, kontribusi yang bisa dilakukan masyarakat adalah dengan berkomitmen menjaga kesehatan.
“Kalau kita lihat dari kajian Sub National Burden of Disease, ada beberapa faktor risiko utama, di antaranya pola makan, hipertensi, obesitas, dan rokok. Sebagai contoh, makin cepat seseorang mulai merokok, maka makin cepat ia terkena penyakit tidak menular.
Hampir semua penyakit tidak menular itu muncul akibat rokok. Kita harus lihat future trends, ke depan pola penyakit yang muncul seperti apa. Upaya pencegahan jangan dimulai ketika permasalahan sudah terjadi, justru harus dari sekarang promotif preventif kesehatan digencarkan,” ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa masyarakat mempunyai andil yang sangat besar dalam menjaga keberlangsungan Program JKN-KIS. Terlebih, saat ini sudah ada 219,6 juta jiwa atau lebih dari 82% penduduk Indonesia yang tercatat sebagai peserta JKN-KIS.
Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, mengatakan, pihaknya siap turut serta dalam kolaborasi penelitian di bidang kesehatan bersama IHME University of Washington, juga para peneliti dan akademisi lainnya yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Kehadiran Program JKN-KIS membawa perubahan yang signifikan terhadap sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. "Tentu kami membutuhkan masukan dari berbagai pihak, termasuk akademisi dan peneliti, baik dari dalam negeri maupun dari mancanegara. Kami dengan senang hati membuka kesempatan untuk berkolaborasi melakukan riset bersama di bidang kesehatan. Harapannya, hasil riset tersebut dapat menjadi bahan evaluasi untuk menyempurnakan pelaksanaan JKN-KIS,” pungkas Fachmi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News