Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 di Indonesia yang makin terkendali dalam tiga bulan terakhir telah mendorong aktivitas sektor riil. Industri manufaktur sebagai salah satu kontributor utama Produk Domestik Bruto (PDB) juga terus mengalami penguatan seiring dengan kuatnya aktivitas ekspor.
Lihat saja, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur bulan Desember 2021 kembali berada dalam tren ekspansif setelah mencapai level 53,5. Ini menandakan adanya peningkatan aktivitas produksi selama empat bulan berturut-turut.
Pada level global, PMI Manufaktur Indonesia relatif lebih baik dibandingkan beberapa negara Asia seperti Korea Selatan yang berada di 51,9, Filipina di level 51,8 dan Malaysia dengan level 52,8.
Selain itu, PMI yang berada di zona ekspansif ini juga menunjukkan bahwa aktivitas industri terus meningkat setelah terjadi pelonggaran pembatasan aktivitas pada pertengahan tahun 2021 silam.
Baca Juga: Indeks Manufaktur Turun di Desember 2021, Kenaikan Harga Komoditas Jadi Penyebab
“PMI yang terus berada di zona ekspansif ini mengindikasikan bahwa aktivitas manufaktur di sepanjang Triwulan IV 2021 sangat tinggi dan kita berhasil keluar dari tekanan di masa puncak varian Delta dengan cepat,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Senin (3/1).
Pencapaian ini juga ditandai oleh pertumbuhan output yang terus membaik, terutama didukung oleh peningkatan permintaan ekspor dari negara mitra dagang. Pertumbuhan output juga naik dan menjadi pertumbuhan tercepat ketiga sepanjang sejarah.
Perbaikan ini semakin mendorong optimisme pelaku usaha dalam menghadapi sejumlah risiko di tahun 2022, seperti tingginya ketidakpastian terkait pandemi Covid-19, serta meningkatnya bahan baku dan biaya logistik akibat gangguan di sisi supply.
Dengan PMI yang terus melanjutkan tren ekspansif, sektor manufaktur nasional diperkirakan akan terus menguat di tahun 2022 seiring dengan pemulihan permintaan domestik dan ekspor. Di sisi lain, arus pasokan bahan baku juga diproyeksikan akan membaik, sehingga tingkat optimisme bisnis pada tahun 2022 diperkirakan meningkat.
“Secara umum, rilis PMI Manufaktur Desember menunjukkan bahwa sentimen sektor usaha semakin menguat karena perbaikan proyeksi ekonomi ke depan, seiring semakin terkendalinya pandemi,” lanjut Febrio.
Sementara itu, laju inflasi Desember tercatat 1,87% (yoy), meningkat dari angka November 1,75% (yoy), dipengaruhi oleh berlanjutnya tren menguatnya inflasi inti dan administered price.
Kenaikan inflasi tersebut seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi dan mobilitas masyarakat di masa Natal dan Tahun Baru karena kondisi pandemi yang mulai terkendali.
Selain itu, faktor kenaikan harga pangan juga mendorong naiknya inflasi volatile food karena faktor cuaca basah. Secara bulan ke bulan, terjadi inflasi sebesar 0,57% (mtm) dan secara spasial, 88 kota mengalami inflasi dengan 2 kota mengalami deflasi. Inflasi inti terus melanjutkan tren peningkatan, mencapai kisaran 1,56% yoy, naik dari angka November yang sebesar 1,44% yoy.
“Membaiknya sisi permintaan seiring naiknya mobilitas masyarakat di masa perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) mendorong inflasi inti meningkat di tengah risiko tekanan inflasi dari luar negeri (imported inflation) sebagai dampak masih tingginya harga komoditas, khususnya bahan pangan dan energi,” jelas Febrio.
Peningkatan yang tercermin pada inflasi di tingkat grosir, terutama untuk kelompok produk manufaktur dan bahan bangunan, juga mencerminkan para pengusaha telah membebankan (passthrough) ke harga konsumen meskipun masih terbatas.
Baca Juga: IHS Markit: PMI Manufaktur Indonesia Desember turun ke 53,5
Sementara itu, inflasi harga diatur pemerintah (administered price) melanjutkan tren peningkatan mencapai 1,79% (yoy), naik dari November 1,69% (yoy).
Naiknya komponen tersebut didorong oleh peningkatan tarif angkutan udara seiring meningkatnya mobilitas masyarakat antar daerah, terutama di masa perayaan Nataru.
Inflasi makanan bergejolak (volatile food) juga naik mencapai 3,20% yoy, naik dari angka November 3,05% yoy. Peningkatan ini didorong oleh kenaikan harga aneka cabai, telur dan daging ayam ras, minyak goreng, dan beberapa jenis sayuran seiring kondisi cuaca basah di tengah permintaan yang meningkat menjelang akhir tahun.
Sementara, kenaikan minyak goreng didorong oleh masih meningkatnya harga minyak sawit mentah (CPO) global seiring permintaan global yang meningkat.
“Melihat perkembangan inflasi, Pemerintah terus memberikan dukungan terhadap akses pangan masyarakat, khususnya untuk kelompok miskin dan rentan melalui pemberian bantuan sosial. Sampai dengan 30 November 2021, anggaran perlindungan sosial sudah tersalur sebesar Rp 370,5 Triliun atau 100,7% dari APBN 2021,” pungkas Febrio.
Selain itu, kebijakan operasi pasar dan pasar murah, serta pembatasan pembelian ritel dilakukan sebagai langkah stabilisasi harga serta mengantisipasi kelangkaan barang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News