Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, bila tak ada pemberian subsidi energi maka inflasi Indonesia diproyeksi akan meroket.
Perry menyiratkan tak terlalu suka skema pemberian subsidi secara terus menerus. Namun, ia menoleransi pemberian subsidi energi oleh pemerintah pada saat kenaikan harga energi global yang drastis.
Perry mengatakan jika tidak ada subsidi waktu itu, maka inflasi Indonesia bisa dua digit atau mencapai 15% secara tahunan atau Year on Year (YoY).
"Saya tidak suka subsidi yang terus-terusan. Namun, karena kondisi tidak biasa ya tidak apa-apa beri subsidi agar inflasi relatif rendah," tutur Perry dalam BI Annual Investment Forum, Kamis (26/1).
Baca Juga: BI Proyeksi Titik Tengah Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tembus 5% pada 2023
Pada tahun 2022, pemerintah menggelontorkan subsidi energi hingga Rp 551 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, ini karena harga energi global melonjak hingga tiga kali lipat.
Dengan subsidi ini, makanya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di Indonesia hanya naik sekitar 30%.
Bila harga BBM dalam negeri dilepas mengikuti mekanisme pasar, ini yang ditakutkan Perry. Inflasi akan melambung hingga 15% yoy.
Sehubungan dengan kenaikan inflasi, maka BI harus cepat dalam mengambil langkah menjangkar inflasi, yaitu dengan kenaikan suku bunga.
Perry bilang, bila inflasi naik ke 15% yoy pada tahun 2022, maka suku bunga acuan bisa menyentuh 17%.
Bahkan, ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 di bawah 5% yoy dan Indonesia akan tergelincir ke jurang resesi.
Baca Juga: Bos BI Bakal Minta Sri Mulyani untuk Beri Insentif Pajak yang Lebih Menarik Bagi DHE
BI pun rupanya turut ambil bagian dalam mendanai anggaran subsidi tersebut.
Seperti kita ketahui, BI telah membantu pemerintah untuk membiayai anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada tahun 2022 sebesar Rp 224 triliun.
Ini dilakukan dengan skema burden sharing atau berbagi beban, yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) III.
SKB III membolehkan BI memborong surat berharga negara (SBN) di pasar perdana untuk kepentingan kesehatan dan kemanusiaan di tengah Covid-19.
Perry mengungkapkan, dana yang digelontorkan tersebut memang untuk kebutuhan kesehatan. Dalam hal ini untuk membeli vaksin dan lain-lain.
Baca Juga: Indonesian C.Bank's Expanded Mandate Won't Affect Inflation Framework - Chief
Namun, karena ternyata ada sisa, maka Sri Mulyani pun menggunakan dana tersebut untuk menambal keperluan subsidi energi.
"Memberi subsidi terus-terusan itu tidak bagus. Ya saya tahu. Tapi, kalau kemarin tidak dikasih subsidi, inflasi bisa melonjak tinggi," ujarnya.
Namun, Perry meyakinkan, kebijakan berbagi beban tersebut sudah tidak akan terjadi lagi di tahun 2023.
Akan tetapi, sinergi kebijakan antara otoritas moneter dan fiskal akan terus berjalan berdampingan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News