kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bidik Rasio Pajak 12,3% pada 2025, Begini Strategi Ditjen Pajak


Jumat, 13 September 2024 / 19:15 WIB
Bidik Rasio Pajak 12,3% pada 2025, Begini Strategi Ditjen Pajak
ILUSTRASI. Seorang warga memperlihakan kartu NPWP usai konsultasi pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Ternate, Kota Ternate, Maluku Utara, Selasa (5/3/2024). Ditjen Pajak Kementerian Keuangan telah menyiapkan sejumlah strategi guna mendongkrak rasio pajak pada tahun 2025.


Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan telah menyiapkan sejumlah strategi guna mendongkrak rasio pajak pada tahun 2025. Rasio pajak ditargetkan akan meningkat menjadi 12,3% tahun depan. 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, mengatakan dalam angka meningkatkan rasio pajak pada tahun 2025, DJP akan menempuh berbagai upaya. 

Di antaranya penguatan implementasi coretax system hingga penguatan pelaksanaan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). 

Baca Juga: Pengamat Sebut Rasio Pajak 12,3% pada 2025 Sudah Realistis

"Kami juga berupaya compatible dengan perkembangan digitalisasi IT dan sistem perpajakan global," jelas Dwi kepada Kontan, Jumat (13/9). 

Selain itu, Dwi menyebutkan juga akan adanya insentif fiskal untuk akselerasi investasi. Ditjen Pajak juga berupaya untuk optimalisasi kegiatan joint audit, joint analysis, joint investigation, joint collection, dan joint intelligence. 

"Juga akan ada penataan organisasi dan wajib pajak," ujarnya. 

Di sisi lain, Dwi menjelaskan penghitungan tax ratio yang yang dilakukan Indonesia berbeda dengan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Besaran tax ratio ditentukan oleh struktur ekonomi suatu negara, policy perpajakan, dan kapasitas otoritas pajak dalam mengumpulkan penerimaan. 

Baca Juga: Ekonom Celios Khawatirkan Proyek IKN Berisiko Jadi Produk Gagal

Hal ini menyebabkan besaran tax ratio di Indonesia tidak seperti negara-negara OECD lainnya, karena terdapat komponen penghitungan yang berbeda.

Menurut OECD, penerimaan pajak untuk menghitung tax ratio mencakup penerimaan pajak pusat, pajak daerah, kepabeanan dan cukai, serta PNBP sumber daya alam terhadap PDB, dan ditambah social contribution. 

"Sementara itu, dalam perhitungan APBN, Indonesia menggunakan definisi dalam arti sempit yaitu pajak pusat termasuk kepabeanan dan cukai," ungkapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×