Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Indonesia (BI) melakukan intervensi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang saat ini mengalami pelemahan hampir mendekati Rp 16.200 per dolar AS.
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky menyampaikan, besaran biaya intervensi yang dikeluarkan oleh BI akan tergantung dari seberapa berkepanjangan konflik Iran dan Israel.
“Sepertinya baru hari ini BI melakukan intervensi karena kan kemarin libur. Tapi hari ini cukup besar ya intervensinya, kita juga masih terus update lagi datanya,” tutur Riefky kepada Kontan, Selasa (16/4).
Baca Juga: BI Lakukan Intervensi Setelah Rupiah Turun ke Level Terendah dalam 4 Tahun
Akan tetapi Ia belum bisa memastikan besaran biaya intervensi yang akan dikeluarkan oleh BI. Yang jelas, biayanya akan jauh lebih rendah dari saat BI melakukan intervensi pada pandemi Covid-19 2020 lalu.
Ini karena, saat pandemi Covid-19, BI juga melakukan burden sharing dengan pemerintah untuk menjaga defisit APBN. Pada 2020 lalu, kondisi defisit APBN mencapai 6,09% dari produk domestik bruto (PDB).
Adapun rupiah spot ditutup pada level Rp 16.175 per dolar Amerika Serikat (AS) di akhir perdagangan Selasa (16/4), melemah 2,07% dari penutupan perdagangan sebelumnya.
Baca Juga: Rupiah Bisa ke Level Rp 17.000 per Dolar AS Jika Konflik Israel-Iran Berlanjut
Riefky menilai, kondisi nilai tukar rupiah saat ini tidak mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia. Hal ini karena, melemahnya nilai tukar lebih banyak dipengaruhi faktor eksternal.
Bahkan, sebelum memanasnya konflik Iran vs Israel, rupiah juga sudah mengalami peremahan imbas adanya sentimen dari The Fed.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News