Reporter: Herlina KD | Editor: Edy Can
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mengingatkan ancaman defisit transaksi berjalan dari impor Bahan Bakar Minyak (BBM) yang besar. Jika tidak menaikkan harga, bank sentral menyatakan, impor BBM akan menyebabkan transaksi berjalan terus defisit dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution mengungkapkan, defisit transaksi berjalan terus membengkak dalam tiga kuartal berturut-turut sejak kuartal IV 2011. Dia mengatakan, penyebabnya adalah impor yang cukup besar terutama barang modal.
Dalam catatan BI, defisit dari impor BBM saja sekitar US$ 17,3 miliar. Sementara itu, surplus transaksi modal tak mampu menutup defisit ini. Sehingga, pada kuartal II 2012 Indonesia masih mencatatkan defisit transaksi berjalan sebesar US$ 6,1 miliar (3,1% dari GDP).
Menurut Darmin, pemerintah sudah pernah melakukan penyesuaian harga BBM ketika defisit transaksi berjalan melebar dalam kurun waktu 8 - 10 tahun terakhir. Ia mencontohkan, pada kuartal II 2005 terjadi pelebaran defisit transaksi berjalan akibat tingginya impor dan mini krisis. Saat itu, dia bilang pemerintah menaikkan harga BBM diikuti kenaikan BI rate serta melemahnya nilai tukar rupiah. Hasilnya, Darmin bilang pertumbuhan ekonomi kembali normal dalam satu kuartal setelah penyesuaian harga BBM.
Pelebaran defisit transaksi berjalan juga kembali terjadi pada 2008 silam. Cuma, Darmin bilang saat ini pemerintah agak lambat menaikkan harga BBM sehingga proses penyesuaian butuh waktu tiga kuartal. Tapi, lanjutnya, pada prinsipnya kebijakan untuk mengantisipasi pelebaran defisit transaksi berjalan sama yaitu dengan menaikkan harga BBM dan diikuti dengan kenaikan BI rate.
Karena pemerintah tak menempuh kebijakan menaikkan harga BBM tahu ini maka Darmin bilang penyesuaian defisit transaksi berjalan akan butuh waktu lebih panjang. Imbasnya, "Mau tidak mau, pertumbuhan ekonomi akan terpengaruh," ujar Darmin.
Jika harga BBM tak naik, Darmin bilang masih ada hal yang bisa dilakukan untuk menyeimbangkan defisit transaksi berjalan yaitu dengan meningkatkan arus modal asing (FDI) yang masuk ke dalam negeri. Menurutnya, saat ini FDI yang masuk setidaknya harus bisa mencapai US$ 20 miliar atau lebih tinggi dari jumlah FDI yang masuk saat ini sebesar US$ 15 miliar.
Syarat lainnya, ekspor harus dijaga agar tidak turun terlalu dalam. "Ekspor harus tumbuh setidaknya 7%," kata Darmin.
Konsekuensi lain dari defisit yang melebar adalah penyusutan cadangan devisa. Pada 2005 silam, BI mencatat cadangan devisa berkurang sekitar US$ 3,8 miliar. Pada 2008, cadangan devisa turun lebih besar yaitu dari US$ 59,5 miliar mejadi US$ 50,1 miliar.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro mengakui melebarnya defisit transaksi berjalan terjadi akibat jumlah impor yang tinggi bukan hanya impor barang modal tapi juga impor BBM. Hanya saja, Bambang bilang menaikkan harga BBM hanya salah satu instrumen saja, bukan satu-satunya opsi.
"Yang harus dikendalikan itu konsumsinya," ujarnya. Menurutnya, langkah lain yang bisa ditempuh untuk menyeimbangkan defisit transaksi berjalan adalah menjaga agar ekspor bisa tumbuh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News