Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan sebesar 0,75% sepanjang tahun ini hingga ke level 5,25%.
Namun, penurunan suku bunga acuan yang agresif oleh bank sentral dinilai belum direspons secara cepat oleh perbankan sehingga suku bunga pinjaman riil masih tinggi.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menilai, suku bunga pinjaman (kredit) usaha di Indonesia secara riil masih jauh lebih tinggi daripada suku bunga acuan.
Baca Juga: BI longgarkan LTV kredit properti dan kendaraan bermotor untuk memacu kredit
Lantas, biaya pinjaman bagi pelaku usaha tetap lebih tinggi dari kawasan kendati BI merelaksasi suku bunga acuan.
“Bukan hanya suku bunga acuan yang perlu diperhatikan penurunannya. Yang lebih penting adalah agar terjadi penurunan suku bunga riil yang diberikan kepada pelaku usaha sebagai peminjam agar selevel dengan yang riil diberikan di negara-negara pesaing kita di kawasan,” tutur Shinta kepada Kontan.co.id, Kamis (19/9).
Shinta memandang, BI perlu melakukan intervensi khusus agar suku bunga kredit secara riil tidak terlalu jauh berbeda dengan suku bunga acuan. Pasalnya, bunga kredit yang masih tinggi membuat pelaku usaha cenderung terus meminjam modal dari luar negeri ketimbang dari dalam negeri.
“Ini tentunya tidak baik karena kita akan terjebak untuk mengalami peningkatan utang luar negeri. Secara langsung, ini juga akan memengaruhi perhitungan stabilitas ekonomi kita sendiri ke depannya,” lanjut Shinta.
Selain itu, ia juga berharap, bank sentral menerapkan gradasi bunga pinjaman usaha yang lebih jelas untuk berbagai level pelaku usaha. Dangan begitu, pelaku usaha level mikro, kecil dan menengah (UMKM) dapat tetap terpacu tumbuh dengan suku bunga kredit yang terjangkau di segala level pertumbuhan usaha.
“Jadi kami harap BI juga mempertimbangkan untuk mengintervensi suku bunga pinjaman riil di level pelaku usaha juga,” tandasnya.
Adapun, dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (BI) hari ini, Gubernur BI Perry Warjiyo telah megimbau perbankan agar segera merespon penurunan suku bunga kebijakan.
Baca Juga: Kebijakan moneter kian terbatas, pertumbuhan ekonomi andalkan kebijakan fiskal
Apalagi, BI tak hanya memberi stimulus kredit dari sisi suplai seperti melalui kebijakan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) dan besaran rasio intermediasi makroprudensial (RIM).
BI juga menstimulus kredit dari sisi permintaan yaitu melonggarkan rasio kredit properti (LTV) dan pembiayaan properti (FTV), serta melonggarkan uang muka untuk kredit dan pembiayaan kendaraan bermotor.
Artinya, BI memastikan likuiditas perbankan terjaga untuk memberikan pinjaman sembari menjamin permintaan kredit pun tetap terjaga sehingga biaya kredit bisa lebih murah.
“Kita harap bank-bank segera menurunkan suku bunga kreditnya. Meski kita juga paham ini butuh waktu, tapi jangan lama-lama supaya permintaan kredit naik, investasi pun bisa meningkat dan ekonominya bisa bergerak naik,” tutur Perry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News