Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom menilai keputusan Bank Indonesia (BI) memangkas kembali suku bunga acuan untuk ketiga kalinya sepanjang tahun ini ke level 5,25% tidak begitu direspons positif pasar keuangan. Kondisi ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi dari kebijakan moneter kian terbatas, dan kini tinggal mengandalkan kebijakan fiskal.
Kepala Ekonom Makro Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro menilai, penurunan suku bunga acuan oleh BI selama tiga bulan berturut-turut tak disambut begitu baik oleh pelaku pasar.
“Kami memandang, ini artinya investor masih khawatir (concerned) terhadap potensi pertumbuhan ekonomi,” kata Satria, Kamis (19/9).
Menurutnya, beban yang ditanggungkan pada bank sentral untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi melalui suku bunga kebijakan terlalu berat. Tak hanya Indonesia, Satria menilai banyak negara terlalu mengandalkan suku bunga sebagai senjata ampuh atau "silver bullets” yang dapat menyelamatkan perekonomian.
Realitanya, instrumen kebijakan bank sentral utamanya dirancang untuk mengendalikan ketersediaan pinjaman, bukan permintaan.
“Dengan rasio pinjaman terhadap PDB Indonesia yang saat ini masih di kisaran 35%, artinya dampak pemotongan suku bunga dan berbagai kebijakan makroprudensial tidak begitu signifikan,” tutur Satria.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, Satria menekankan pentingnya stimulus fiskal dari pemerintah sebagai komplementer kebijakan BI yang akomodatif saat ini.
“Kebijakan fiskal tersebut seharusnya bisa menstimulasi konsumsi rumah tangga dan meningkatkan investasi asing langsung (foreign direct investment),” tandas Satria.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News