Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penggugat Omnibus law UU cipta kerja ke Mahkamah Konstitusi bertambah. Kali ini Tim Advokasi Gugat Omnibus Law yang merupakan gabungan 15 Organisasi Masyarakat mengajukan permohonan Uji Formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 19 November 2020.
Kuasa Hukum Tim Advokasi Gugat Omnibus Law, Janses E. Sihaloho menilai, sejak awal Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dibuat tanpa adanya Naskah RUU Cipta Kerja dan Naskah Akademik. Proses pengesahan UU tersebut juga dilakukan secara terburu-buru dan tanpa adanya sosialisasi kepada pihak-pihak terkait (Stakeholder).
“Pada proses pengambilan keputusan tingkat pertama UU ini, yaitu pada 3 Oktober 2020, dilakukan secara tertutup dan terburu-buru,” kata Janses dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/11).
Padahal, lanjut Janses, pengambilan keputusan tersebut harus dilakukan dengan membacakan naskah RUU dan disetujui substansi pasal-per pasalnya sampai dengan titik komanya. Apalagi Naskah Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja ini didalamnya memuat 79 Undang-Undang yang berbeda-beda materi muatannya.
Baca Juga: Penerimaan pajak tahun ini kemungkinan tidak mencapai target
“Secara logika dan akal sehat, wajar berbagai elemen masyarakat meragukan Undang-Undang Cipta Kerja dibuat untuk kepentingan rakyat Indonesia seluas-luasnya,” ujar dia.
Menurut Janses, poin yang paling krusial dari kejanggalan UU Cipta Kerja adalah adanya perubahan substansi antara Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang disetujui bersama antara DPR dengan Presiden pada pengambilan keputusan Tingkat II (paripurna) pada tanggal 5 Oktober 2020 dengan Undang-Undang yang disahkan oleh Presiden tanggal 2 November 2020. Seharusnya apabila sudah ketok palu pada rapat paripurna tidak boleh lagi ada perubahan perubahan apapun.
Tim Advokasi Gugat Omnibus Law menilai, proses pembentukan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja telah banyak melanggar syarat-syarat pembentukan suatu Undang-Undang (syarat formil).
Baca Juga: Dirjen pajak dorong wajib pajak mengurus secara mandiri bila ada kesalahan