kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bersama 4 Anggota G20, Indonesia Bangun Pusat Manufaktur Vaksin, Terapi & Diagnostik


Senin, 22 Agustus 2022 / 16:58 WIB
Bersama 4 Anggota G20, Indonesia Bangun Pusat Manufaktur Vaksin, Terapi & Diagnostik
Menkes Budi Gunadi Sadikin memberikan keterangan di Istana Kepresidenan, Jakarta?Pusat.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Indonesia dan beberapa anggota G20, yakni Argentina, Brasil, India, serta Afrika Selatan, memiliki sebuah inisiatif untuk memperkuat pusat manufaktur dan membangun pusat penelitian kolaboratif.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, upaya kolaboratif ini melibatkan semua negara anggota G20 dan organisasi internasional.

Adapun inisiatif tersebut berfokus pada pembangunan penelitian dan kapasitas produksi di negara-negara anggota G20 yang berpenghasilan menengah.

Inisiatif ini muncul berkaca pada adanya kesenjangan dalam kapasitas setiap negara G20 dalam menghadapi pandemi dapat memperlambat kesiapsiagaan dan respons terhadap Covid-19.

"Untuk bersiap menghadapi pandemi berikutnya dan ancaman kesehatan global, setiap negara harus memiliki akses dan kapasitas untuk mengembangkan vaksin, terapi, dan diagnostik terlepas dari status ekonomi dan geografisnya,” ujar Budi dalam keterangan tertulis, Senin (22/8).

Baca Juga: Fokus Diplomasi Kesehatan di G20

Banyak platform teknologi pembuatan vaksin telah dikembangkan, termasuk mRNA, viral vector, adjuvanted protein sub unit, dan inactivated vaksin, khususnya dengan efektivitasnya yang tinggi. Namun, sebagian besar vaksin mRNA telah dikembangkan dan diproduksi oleh perusahaan farmasi di negara berpenghasilan tinggi.

Ia menegaskan bahwa dalam meningkatkan akses global dan kapasitas produksi, berbagi pengetahuan, pengembangan kapasitas, dan transfer teknologi di antara negara-negara G20 sangat penting. Salah satu contoh yang berhasil adalah produksi Molnupiravir – antivirus Covid-19 oral di negara berpenghasilan menengah ke bawah yang diaktifkan oleh The Medicines Patent Pool (MPP) Facility.

“Model seperti itu penting untuk memungkinkan transfer teknologi untuk kesiapsiagaan pandemi,” ucapnya.

Maka strategi yang dibahas pada Health Working Group (HWG) ke-3 ini adalah dengan Perluasan Pusat Pembuatan Vaksin, Terapi, dan Diagnostik Global di Negara Berpenghasilan Menengah ke Bawah, serta Memperkuat Jaringan Ilmuwan Global di Bidang Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

Dalam perluasan pusat pembuatan vaksin, terapi, dan diagnostik global di Negara Berpenghasilan Menengah ke Bawah, pada tahun 2021 Menteri Kesehatan negara-negara G20 menyatakan bahwa imunisasi Covid-19 harus diakui secara global.

Hal tersebut menyiratkan bahwa semua negara memiliki akses yang adil dan setara terhadap vaksin. Untuk mencapai hal ini, penting untuk memperkuat kapasitas penelitian dan pengembangan, mendiversifikasi rantai pasokan dan meningkatkan kolaborasi antar negara dan antara pusat penelitian publik dan swasta.

Baca Juga: Pertemuan Ketiga HWG Fokus pada Penguatan Riset dan Manufaktur Berkeadilan

Kemudian hal lain ialah memastikan akses dan kapasitas yang adil dalam mengembangkan diagnostik dan terapi untuk memungkinkan akses yang lebih baik dalam menghadapi pandemi di masa depan. Pasalnya, tanpa diagnostik dan terapeutik, akan sulit untuk mencegah penularan lebih lanjut, mengobati secara dini, dan mencegah kematian.

Tantangannya adalah pengembangan serta penerapan diagnostik, terapi, dan vaksin yang aman dan efektif dilakukan dalam waktu maksimum 100 hari di tingkat global. Hal ini dapat dicapai jika semua negara, baik negara berpenghasilan tinggi, menengah, maupun rendah, memiliki kapasitas untuk memproduksi atau memiliki akses yang sama terhadap vaksin, terapeutik, dan diagnostik.

Mengenai Jaringan Ilmuwan Global di Bidang Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, sebagai percepatan pengendalian dan pengumpulan patogen yang muncul dan menyebar secara eksponensial, pengetahuan tentang upaya mitigasi perlu dikembangkan terlebih dahulu, dan kemudian dibagikan dengan cepat dan luas di antara para ilmuwan di seluruh dunia.

Baca Juga: Istana Air Taman Sari Yogya : Manifestasi Sistem Kesehatan Global

Oleh karena itu, kolaborasi interdisipliner dan lintas negara diperlukan untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi. Kolaborasi tersebut membutuhkan peningkatan kapasitas, kemitraan ilmiah, dan berbagi pengetahuan.

“Dengan demikian, sangat penting untuk membangun dan memperkuat jaringan kolaboratif ilmuwan di bidang yang terkait dengan kedaruratan kesehatan masyarakat,” ucap Budi.

Pusat penelitian sangat penting untuk memfasilitasi interaksi dan kolaborasi di antara negara-negara anggota, sehingga dapat mengatasi tantangan utama kawasan dalam kesiapsiagaan, pencegahan, dan respons pandemi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×