Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Awal pekan depan atau tepatnya 1 Februari 2021, kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok baru resmi berlaku. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 198/PMK.010/2020 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dengan adanya kenaikan rata-rata tarif cukai rokok 2020 sebesar 12,5%, diharapkan pertumbuhan produksi rokok bisa ditekan hingga 3,2%. Sehingga estimasi volume produksi rokok menjadi 288,8 miliar batang pada tahun 2021.
Tujuannya, untuk menekan angka prevalensi perokok, khususnya usai 10 tahun hingga 18 tahun yang ditargetkan turun 1,6% dari 33,8% pada tahun lalu menjadi 32,2% di tahun ini.
Sri Mulyani menegaskan, selain aspek kesehatan, kebijakan menaikkan tarif CHT di tahun ini sudah mempertimbangkan empat aspek penting lainnya. Pertama, dampaknya terhadap tenaga kerja. Karena itu, pemerintah tidak menaikkan tarif CHT untuk sigaret kretek tangan (SKT).
Baca Juga: Bea Cukai bantu fasilitasi ekspor komoditas di empat daerah ini
Asal tahu saja, berdasarkan data tahun 2017, jumlah pekerja pada jenis SKT ini mencapai 158.552 pekerja.
Kedua, dampaknya terhadap petani. Pada tahun lalu, setidaknya ada 526.389 keluarga atau setara 2,6 juta penduduk yang terlibat di dalam sektor pertanian tembakau.
Untuk ini pemerintah memberikan bantuan berupa bibit atau benih dan pupuk, sebagai sarana produksi kepada petani tembakau atau diversifikasi tanaman, serta pelatihan peningkatan kualitas tembakau.
Ketiga, mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan penerimaan cukai tahun ini capai Rp 173,78 triliun.
Jumlah tersebut tumbuh 5,8% dari target tahun 2020 yang sebesar Rp 164,94 triliun. Secara spesifik untuk penerimaan CHT ditargetkan naik 4,3% setara Rp 172,2 triliun di tahun ini.
Keempat, disinsentif bagi rokok legal. Nah untuk menekan rokok ilegal yang dikhawatirkan naik, akibat kenaikan tarif CHT, Menkeu mengatakan otoritas fiskal telah merancang 25% dana bagi hasil (DBH) CHT tahun ini untuk penegakan hukum.
DBH tersebut akan dialokasikan untuk pembentukan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di beberapa daerah yang menjadi pusat industri rokok dan rawan penyebaran rokok ilegal. Kemudian, sebagai biaya operasi bersama pemberantasan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai ilegal, serta sosialisasi ketentuan di bidang cukai.
“Lima tujuan yang selalu tidak semuanya satu arah jalannya, jadi kami mencari keseimbangan goal untuk cukai rokok. Tetapi kita tetap melihat kebijakan 2021 dengan kondisi masih terkena dampak Covid-19,” kata Menkeu dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (27/1).
Adapun berdasarkan PMK 198/2020 tarif cukai rokok dibanderol dalam beberapa segmen. Untuk tarif cukai sigaret kretek mesin (SKM) antara lain SKM golongan I naik 16,9%, SKM golongan IIA naik 13,8%, SKM golongan IIB naik 15,4%.
Baca Juga: Menghadapi kenaikan cukai, begini rekomendasi saham rokok
Lalu,tarif cukai sigaret putih mesin (SPM) yakni SPM golongan I naik 18,4%, SPM golongan IIA naik 16,5%, SPM golongan IIB naik 18,1%. Dus, secara rata-rata kenaikan tarif cukai rokok 2021 tidak setinggi rata-rata tahun lalu yang mencapai 23%.
“Kami tetap terus mengawasi di lapangan bersama dengan Bea Cukai, karena setiap kenaikan tinggi cukai rokok maka rokok ilegal naik tinggi. Tahun lalu rokok ilegal naik lagi di 4,9% karena kenaikan cukai yang cukup tinggi, tahun ini diharapkan bisa 3% meskipun ini agak muskil,” pungkas Sri Mulyani.
Selanjutnya: UPDATE Corona Indonesia, Rabu (27/1): Bertambah 11.948 kasus baru, jangan lupa 5 M
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News