kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Beras subsidi hilang, lahir voucer pangan


Jumat, 12 Agustus 2016 / 11:09 WIB
Beras subsidi hilang, lahir voucer pangan


Reporter: Adisti Dini Indreswari, Agus Triyono, Barly Haliem, Handoyo, Uji Agung Santosa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Boleh jadi, voucer pangan ala pemerintah Indonesia akan tercatat dalam rekor dunia. Betapa tidak, total nilai voucer pangan itu mencapai Rp 21 triliun per tahun. Kini, pemerintah tengah mematangkan calon program pengganti subsidi beras atau lebih dikenal sebagai raskin.

Targetnya, awal tahun 2017, program ini sudah berjalan. Rabu (10/8), misalnya, Kantor Staf Kepresidenan mengundang sejumlah pengusaha bidang pangan untuk membahas agenda ini.

Mereka yang hadir antara lain petinggi PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Unilever Indonesia Tbk, PT Sayap Mas Utama (Wings Group), PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, PT Indomarco Prismatama, dan sejumlah bank besar.

Teten Masduki, Kepala Kantor Staf Kepresidenan menyatakan, pemerintah ingin mendapatkan pandangan pebisnis terkait program ini. Sedianya, program ini akan diujicoba Agustus ini di beberapa kota di Pulau Jawa. "Tapi kami tunda karena butuh persiapan matang," ujar Teten kepada KONTAN, Kamis (11/8).

Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang membenarkan telah diundang dalam pembahasan voucer pangan di Kantor Staf Kepresidenan (KSP), pada Rabu (10/8). "Pemerintah menanyakan pengalaman kami dalam sistem logistik pangan, sebab kami yang biasa melayani pasar," ujar Franky.

Dia segera menandaskan, "Pemerintah tidak memberi penugasan tertentu untuk program ini. Ini pasar bebas."

Ihwal isi voucer pangan, Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial, Andi Zainal Abidin Dulung, menjelaskan, nilai voucer berkisar Rp 108.000-Rp 110.000 per orang per bulan atau sama dengan dengan nilai beras subsidi di program raskin.

Voucer itu bisa digunakan untuk membeli bahan pokok tertentu di ritel modern atau pun e-warung milik Kementerian Sosial. Dia menegaskan, barang yang dapat dibelikan dengan voucer pangan itu hanya beras dan telur.

Andi Zainal menambahkan, pada tahap pertama, pemerintah akan menguji coba awal tahun 2017 di 44 kota. Jumlah penerimanya sekitar 1,2 juta kepala keluarga miskin. Jika program ini berjalan penuh, total dananya mencapai sekitar Rp 21 triliun.

Pergantian sistem ini memunculkan beragam tanggapan. Dari sisi peningkatan daya beli masyarakat, sistem voucer pangan ini memberi keleluasaan pada masyarakat miskin untuk memilih kualitas beras. Pemerintah juga tak ribet mengatur subsidi.

Pada saat bersamaan, uang belanja voucer pangan bernilai puluhan triliun rupiah itu bak stimulus ekonomi. Sebab, dana itu langsung masuk dan berputar di pasar lokal.

Persoalannya, pelaksanaan sistem ini rawan penyalahgunaan. Moral hazard bisa terjadi di ritel modern sehingga pemilik kartu bisa mencairkan uang ini untuk membeli kebutuhan non pangan.

Billy Haryanto, pedagang beras, juga mengingatkan, program voucer pangan bakal bikin harga jatuh karena HPP gabah dan beras akan dicabut. Program ini memang menguntungkan pedagang karena mendapat tambahan langganan.

Tapi, "Ini bahaya karena sama saja mematikan Bulog. Terus siapa yang akan menyangga harga beras petani?" kata Billy. Kendali juga akan dipegang perusahaan swasta.

"Perusahaan swasta bakal menekan petani untuk menjual beras dengan harga murah. Nanti petani jadi enggak mau menanam padi," katanya.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Deding Ishak menilai, voucer pangan memang lebih baik dibanding skema saat ini. Tapi, ia mengingatkan keterlibatan swasta dalam program ini. "Pemerintah harus transparan, jangan sampai dimonopoli pengusaha," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×