kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.662.000   2.000   0,12%
  • USD/IDR 16.280   55,00   0,34%
  • IDX 6.743   -132,96   -1,93%
  • KOMPAS100 996   -6,22   -0,62%
  • LQ45 785   7,24   0,93%
  • ISSI 204   -4,64   -2,22%
  • IDX30 407   4,40   1,09%
  • IDXHIDIV20 490   7,18   1,49%
  • IDX80 114   0,52   0,46%
  • IDXV30 118   0,81   0,69%
  • IDXQ30 135   1,91   1,44%

Berapa besaran kenaikan upah ideal? Ini pendapat ekonom Indef


Kamis, 03 Oktober 2019 / 20:36 WIB
Berapa besaran kenaikan upah ideal? Ini pendapat ekonom Indef
ILUSTRASI. Ilustrasi Upah Tenaga Kerja


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang akhir tahun 2019, banyak spekulasi tentang kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2020. Sebenarnya, berapa proyeksi kenaikan UMP pada tahun depan?

Sebelumnya, formula kenaikan UMP adalah persentase angka pertumbuhan ekonomi ditambah dengan inflasi.

Baca Juga: Pengusaha desak pemerintah merevisi UU Ketenaga kerjaan, ini penyebabnya

Menurut Institute for Development of Economics and Finance (Indef), bila mengikuti rumus formal yang diberikan pemerintah, dengan menghadapi kondisi perlambatan ekonomi dan juga kondisi inflasi saat ini, nantinya bisa menyebabkan kontra produktif antara tenaga kerja, pengusaha, juga investor.

Direktur Eksekutif Indef Eni Sri Hartati menambahkan, kondisi saat ini adalah hak pekerja seringkali dianggap sebelah mata. Apalagi dengan banyaknya yang menganggap UMP ini sebagai upah layak, sehingga banyak yang memberikan hak hanya berbatas pada UMP.

Padahal UMP ini biasanya berlaku pada masa kerja 0-1 tahun.

Namun, bila UMP dan juga kenaikannya dianggap terlalu besar dan memberatkan pengusaha, terutama di industri padat karya, ini juga bisa mengakibatkan investor lari.

Baca Juga: Kenaikan upah buruh tahun ini dikisaran 8%, ini skema penghitungannya

Dengan melihat kondisi tersebut, perekonomian dan inflasi Indonesia saat ini, Indef mengatakan besaran kenaikan UMP bisa tergantung pada rekayasa kebijakan pemerintah.

Rekayasa kebijakan menurut Eni bisa berupa insentif padat karya, pengurangan beban pajak, atau fasilitas lain. Ini agar bisa memenuhi hak pekerja dan juga tidak menyebabkan ketidakminatan investasi di padat karya.

Baca Juga: Menteri Ketenagakerjaan: Revisi PP 78/2015 tentang Pengupahan masih dalam kajian

Eni juga menyoroti tentang program vokasi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Menurutnya, program ini bisa membuka peluang untuk meningkatkan ketrampilan dan keahlian tenaga kerja.

"Kalau produktivitas tenaga kerja bagus, tentu pengusaha tidak merasa rugi untuk memberikan upah dengan nominal sebanding," ujar Eni kepada Kontan.co.id, Kamis (3/10).

Oleh karena itu, Eni berharap agar program vokasi tersebut bisa lebih dioptimalkan, sehingga bisa menghasilkan tenaga kerja yang berkualitas dan persoalan UMP tidak kembali menjadi persoalan krusial bagi dunia usaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×