kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Benny Tjokro merasa jadi korban ketidakadilan dalam kasus Jiwasraya, kenapa?


Sabtu, 13 Juni 2020 / 04:00 WIB
Benny Tjokro merasa jadi korban ketidakadilan dalam kasus Jiwasraya, kenapa?


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terdakwa kasus Jiwasraya Benny Tjokrosaputro menolak dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU) yang menyebutkan bahwa dia turut serta merugikan Jiwasraya sebesar Rp 16,80 triliun atas pengelolaan dana investasi Jiwasraya pada 2008-2018.

Menurutnya, Jiwasraya bahkan sudah merugi sejak 2006. Hal itu berdasarkan informasi yang ia peroleh dari tim kuasa hukum dan rekan-rekan dekatnya berdasarkan laporan yang dipublikasikan.

“Di sinilah saya merasa menjadi korban ketidakadilan kalau seluruh kerugian Jiwasraya dibebankan kepada diri saya dan para terdakwa lainnya. Padahal banyak penyebab lain yang yang mengakibatkan kerugian Jiwasraya yang sudah tercatat sejak tahun 2006 tersebut,” kata Benny dalam pembacaan nota keberatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (10/6).

Baca Juga: Blokir rekening Wanaartha Life, Benny Tjokro: Kejagung tidak teliti menyita aset

Bahkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Budi Sampurna, pernah menyatakan di beberapa media, bahwa Jiwasraya telah merugi sejak 2006 karena mencatatkan keuntungan semu lewat rekayasa akuntansi atau window dressing.

“Dari fakta tersebut di atas, maka sangat tidak berdasarkan apabila kerugian Jiwasraya yang telah terjadi sejak 2006 ditimpakan oleh jaksa penuntut umum kepada saya dan terdakwa lain,” tambahnya.

Atas hal itu, ia menduga jaksa sengaja menyembunyikan fakta kerugian Jiwasraya sejak 2006 dan hanya mempersoalkan kerugian Jiwasraya tahun 2008. Sehingga, ia merasa tidak adil jika harta serta aset Hanson Internasional disita jaksa untuk mengembalikan kerugian Jiwasraya.

“Jiwasraya sudah rugi sejak tahun 2006 dan hal itu semua hendak ditimpakan kepada diri saya dan para terdakwa lainnya,” ujarnya.

Sidang kasus dugaan korupsi dan pencucian uang di Asuransi Jiwasraya kembali digelar hari ini Rabu (10/6). Agenda sidang kali ini adalah pembacaan nota keberatan (eksepsi) dari para terdakwa dan kuasa hukum.

Sebanyak enam terdakwa yang menjalani sidang tersebut di antaranya, Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Kemudian mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan.

Pada sidang Rabu (3/6) pekan lalu, tim jaksa di kasus ini menyebutkan, enam terdakwa kasus Jiwasraya terlibat korupsi yang mengakibatkan negara rugi senilai Rp 16,80 triliun.

Salah satu tim jaksa, Bima Suprayoga menyatakan, angka kerugian negara tersebut berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya dari tahun 2008-2018.

Baca Juga: Banyak saham di Jiwasraya, Betjok: Kenapa cuma saya dan Heru Hidayat yang tersangka?

Jaksa mengungkapkan, munculnya dugaan korupsi di kasus ini bermula saat Benny Tjokro, Heru dan Joko menjalin kesepakatan dengan tiga pejabat Jiwasraya. Kesepakatan itu dalam rangka pengelolaan investasi Jiwasraya di saham dan reksadana.

Jaksa menuturkan, Benny, Heru dan Joko melakukan kesepakatan dengan para petinggi Jiwasraya mengenai pengelolaan investasi saham dan reksadana milik perusahaan asuransi pelat merah tersebut. Kerjasama pengelolaan dilakukan sejak tahun 2008 hingga tahun 2018.

Namun, menurut jaksa, kesepakatan itu tidak transparan dan tidak akuntabel. Tiga petinggi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, Hary dan Syahmirwan melakukan pengelolaan investasi tanpa analisis yang objektif, profesional dan tak sesuai nota interen kantor pusat.

"Analisis hanya dibuat formalitas," ungkap tim jaksa dalam sidang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×