Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) terus memperketat pengawasan transaksi valuta asing (valas). Regulator mewajibkan, semua pembelian valas lebih dari US$ 100.000 atau ekuivalen dengan mata uang asing lainnya, oleh nasabah, pihak asing dan penyelenggara transfer dana harus melalui perbankan. Diharapkan, kebijakan ini bisa mengurangi tingginya fluktuasi nilai tukar rupiah yang sempat terjadi pada awal tahun 2013.
Ketentuan ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) BI Nomor 15/3/DPM tanggal 28 Februari 2013 perihal Perubahan Kedua atas SE BI Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valas terhadap Rupiah kepada Bank. Ketentuan ini berlaku mulai Senin (18/3), namun khusus ketentuan yang mengatur PVA baru diberlakukan pada awal Mei mendatang.
Dalam aturan lama, penyelenggara transfer dana masih bebas melakukan pembelian valas. Nah, dengan aturan baru, penyelenggara transfer dana juga wajib mematuhi ketentuan yang berlaku. Salah satunya, harus menyediakan underlying atas pembelian valas terhadap rupiah dengan nilai nominal lebih dari US$ 100.000. Jenis underlying-nya sama seperti nasabah perbankan pada umumnya, yakni kegiatan impor barang dan jasa, pembayaran jasa seperti biaya sekolah atau pengobatan di luar negeri, pembayaran utang, hingga pembayaran atas tenaga kerja asing di Indonesia.
Menurut Dody Budi Waluyo, Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, kebijakan ini sebagai salah satu langkah mencegah aksi spekulan. Soalnya, suplai valas masih terbatas, sedangkan kebutuhannya besar.
"Ini lebih ke antisipasi saja," kata Dody akhir pekan lalu.
Namun, kebijakan ini juga memberi kelonggaran bagi semua pihak yang ingin mendapatkan valas lebih dari US$ 100.000. Dulu, pembeli wajib membawa kelengkapan dokumen persyaratan pada waktu transaksi valas. Kini, pembeli masih bisa bertransaksi meski ada persyaratan belum lengkap asal dokumen yang tertinggal segera disampaikan pada tanggal transaksi.
Destri Damayanti, Kepala Ekonom Bank Mandiri, mendukung upaya BI ini. Soalnya, dengan menjadikan bank sebagai satu-satunya penjual valas, pencegahan terhadap aksi spekulasi bakal lebih mudah. "Ini juga cukup positif supaya lebih dapat memonitor terhadap permintaan dollar dan pihak perbankan pun lebih aktif di pasar valuta asing," jelasnya.
Selama ini, memang terlihat jika transaksi jual beli valas yang dilakukan bank di pasar valuta asing cenderung kurang aktif. Padahal perdagangan valas di interbank likuiditasnya jauh lebih baik. Disisi lain, penyediaan persyaratan underlying juga cukup mudah, karena tinggal memberi dokumen saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News