kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   0,00   0,00%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Beleid PPnBM tak sinkron dengan PPh 22


Senin, 21 September 2015 / 12:05 WIB
Beleid PPnBM tak sinkron dengan PPh 22


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Kebijakan pungutan pajak properti, baik untuk rumah maupun apartemen kembali menuai kontroversi.

Pasalnya, dua aturan tentang pungutan pajak properti, yaitu Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 saling bertentangan.

Dalam pernyataan resmi Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pekan lalu, pemerintah sepakat merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 106/PMK.010/2015 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain Kendaraan Bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Dalam revisinya, pengenaan PPnBM properti hanya akan menggunakan batas harga jual.

Dengan demikian, pungutan PPnBM properti 20% tak lagi menggunakan batasan luas properti seperti diatur dalam beleid sebelumnya.

Bambang juga menegaskan, batas harga jual properti yang menjadi kriteria pengenaan PPnBM ialah mulai dari Rp 10 miliar.

Tapi, aturan ini bertentangan dengan kebijakan pungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 5% terhadap properti yang tergolong sangat mewah.

Sebab, kategori properti sangat mewah justru lebih murah harganya (Rp 5 miliar) dibandingkan dengan properti kategori mewah (Rp 10 miliar).

Dalam PMK Nomor 90/PMK.03/2015 tentang Wajib Pajak Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah disebut, ada enam jenis barang sangat mewah yang dipungut PPh Pasal 22.

Salah satunya properti rumah dan tanahnya serta apartemen dengan batasan harga jual minimal masing-masing Rp 5 miliar.

"Berarti motifnya (revisi) hanya semata-mata potensi pajak dan tidak memperhatikan harmonisasi dan konsistensi," kata Direktur Eksekutif for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, akhir pekan lalu.

Menurut Prastowo, dengan diterbitkannya revisi aturan PPnBM properti, nantinya, aturan pungutan PPh Pasal 22 untuk properti sangat mewah menjadi tidak tepat.

Jika kriteria PPnBM properti tersebut diubah, kata Prastowo, pemerintah juga harus merevisi aturan PPh Pasal 22 agar pemerintah memberikan kejelasan dan kepastian.

Catatan saja, aturan pungutan PPh Pasal 22 untuk properti yang dikeluarkan Kemkeu telah berlaku sejak akhir Mei 2015.

Aturan itu merevisi aturan sebelumnya yaitu PMK Nomor 253/PMK.03/2008.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×