Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adinda Ade Mustami
"Di negara saya, saat meningkatkan belanja, apakah belanja itu bisa dijustifikasi? Apakah belanja itu di arah yang benar? Apakah delivered (tepat sasaran) dan berdampak positif pada masyarakat dan ekonomi? Itu adalah kualitas belanja. Desain kebijakan saat keadaan darurat sangat sulit dan menantang tapi Anda harus memberikan yang terbaik," tegasnya.
Kedua, keadaan pandemi memaksa orang untuk bekerja dari rumah (WFH) dan sekolah dari rumah (SFH). Kegiatan tersebut bisa digantikan secara virtual dan berhasil.
Namun yang terpenting, sebuah negara punya infrastruktur digital untuk menerapkan proses bisnis virtual. Sehingga, investasi pada teknologi informasi (IT) dan infrastruktur digital sangat penting di masa sekarang dan masa depan.
Baca Juga: Badan Anggaran DPR usulkan agar pemerintah jalankan sunset policy
Ketiga, respon yang baik dari arsitektur keuangan global terkait situasi ini. Banyak negara menghadapi defisit fiskal, belum lagi keseimbangan pembayaran. Tapi bila tidak segera diatasi, maka situasi fiskal ini akan mempengaruhi sektor keuangan. Misalnya, peningkatan kredit macet (NPL).
Adapun yang dilakukan Indonesia, salah satunya adalah memberi relaksasi untuk restrukturisasi perbankan menyesuaikan guncangan.
Menkeu mengatakan bahwa pemerintah memberikan relaksasi, subsidi, restrukturisasi utang, yang difokuskan untuk sektor akar rumput, sektor informal, UMKM dan orang miskin. Wanita sebagai gender yang banyak memiliki bisnis UMKM dan ultra mikro juga turut diperhatikan.
Baca Juga: Beban bunga utang RI bengkak jadi 17%
"Pandemi Covid-19 ini menyerang sektor akar rumput, sektor informal, UMKM, orang miskin dan khususnya gender wanita. Oleh karena itu, dalam mendesain rebirthing economy, kita harus memperhatikan keempat ini. Banyak kebijakan kami berpihak kepada mereka dalam bentuk subsidi, dan restrukturisasi utang mereka agar mereka mampu bertahan dalam masa sulit ini," harapnya.
Menkeu juga berharap akan lebih banyak lagi kebijakan yang pro dengan perspektif wanita seperti dalam kepemilikan properti, tanah, dan akses pendidikan.
"Saya berharap akan makin banyak lagi kebijakan apakah reformasi perumahan, reformasi pendidikan, pemilikan tanah, kita dapat menempatkan persepektif gender wanita yang lebih baik," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News