Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi virus corona COVID-19 telah menghentikan banyak kegiatan produksi akibat pembatasan mobilitas manusia, sehingga terjadi supply shock dan demand shock secara bersamaan.
“Pandemi Covid-19 telah menyebabkan terganggunya kegiatan ekonomi bisnis secara ekstrim – khususnya sektor produksi, sehingga jalinan mata rantai sektor terkait juga terganggu, bahkan sudah ada yang mengalami stagnasi,” kata Chairman Bluebird Group Bayu Priawan dalam keterangannya, Jumat (22/5).
Baca Juga: Polytama Propindo berikan ribuan suplemen ke tenaga medis covid-19
dia bilang pemerintah telah berupaya melakukan mitigasi atas kemungkinan terpuruknya dunia usaha, dengan mengalokasikan anggaran khusus penanganan dampak ekonomi akibat Covid-19. “Namun dunia usaha perlu melakukan prediksi secara cermat dan lebih prudent agar tidak terlalu dalam menanggung risiko,” katanya.
Ekonom Faisal Basri mengatakan telah terjadi supply shock dan demand shock secara bersamaan akibat pandemi global Covid-19, khususnya sektor manufaktur hulu-hilir, sehingga pengaruhnya besar ke sektor lainnya. “Bahkan sektor keuangan mengalami guncangan, bursa saham dan pasar obligasi ikut tertekan. Investasi nyaris berhenti, dan jutaan pekerja telah dirumahkan,” katanya.
Hampir semua negara di dunia, kata Faisal, ekonominya mengalami tekanan yang hebat akibat pandemi Coronavirus. “Kurva aggregate supply bergeser ke kiri. Semua sektor terkait terganggu, sehingga mengakibatkan demand shock, menggeser aggregate demand ke kiri atau ke bawah. Semua negara telah mengalokasikan anggaran besar untuk menangani Covid-19, sekaligus mitigasi dampaknya, khususnya sektor bisnis,” jelas Faisal.
Faisal membandingkan krisis ekonomi dan depresi besar pada 1929 akibat wabah penyakit yang berbeda dengan kondisi dunia akibat pandemic Coronavirus pada 2019. Pada masa yang lalu, katanya, langsung tersedia obatnya dengan sejumlah kebijakan ekonomi untuk memulihkannya. Berbagai perangkat kebijakan ekonomi membuat kegiatan usaha dan masyarakat bisa terus berlangsung-walaupun skalanya menciut.
Baca Juga: Ini syarat lengkap agar rencana naik pesawat tak ditolak petugas bandara
“Tapi akibat pandemic Covid-19 saat ini, semua berjalan serba tidak jelas. Sistem informasi dan globalisasi yang sangat masif menjadikan kondisi ekonomi dunia terguncang. Akibatnya di tingkat operasional bisnis terjadi supply shock dan demand shock secara bersamaan. Butuh kebijakan ekstra keras dan dana yang besar untuk mitigasi dan penyelamatannya menuju kondisi new-normal,” kata Faisal Basri.
Faisal mencontohkan Amerika Serikat yang telah menganggarkan dana sangat besar untuk penanganan dampak Covid-19, diantaranya Kongres dan White House menyepakati US$2,35 triliun untuk menopang para pekerja yang kehilangan pekerjaannya, dan industri yang terpukul. Selain juga memasok berbagai kebutuhan vital sistem penanganan kesehatan dalam jumlah yang sangat besar.
Kongres dan White House, kata Faisal, juga menyetujui paket bantuan senilai US$484 miliar untuk usaha kecil yang terimbas Coronavirus. Juga mengesahkan paket tambahan senilai US$3 triliun. Sedangkan Bank Sentral AS (The Federal Reserve) memompakan likuiditas sebesar US$4 triliun ke dalam perekonomian makro. “Ini sungguh suatu langkah yang tak pernah terjadi sedemikian masifnya dilakukan AS pada masa sebelumnya.”
Di Indonesia, kata Faisal, pandemi Covid-19 yang telah menyebar ke hampir semua provinsi – masih berada di lereng menuju puncak kurva. Sementara rendahnya kapasitas sistem pelayanan dan kesehatan lumayan merata, sehingga tingkat kematian (case fatality rate) Indonesia pada kasus wabah ini mencapai 6,6%, atau yang tertinggi di Asia.
Baca Juga: Asuransi Milik Grup Salim Jual Saham Produsen Ultra Milk dan Teh Kotak
Menurut dia, berbeda dengan perang konvensional yang selalu melahirkan dua kutub yang saling bertentangan. Pada konteks pandemi Coronavirus, katanya, yang telah menjelma sebagai pandemik global dan telah menjadi musuh bersama, dibutuhkan aksi kolektif secara bersama (global) untuk menghadapinya.
Jika kebersamaan dunia berjalan baik, kata Faisal, maka situasi ekonomi akan terselamatkan. Hubungan antara pasar dan negara akan terseimbangkan kembali. “Ini akan disertai dengan keseimbangan kembali antara hiper-globalisasi dan nasional otonomi. Tapi apa yang terjadi dalam krisis ini (akibat Coronavirus) sejauh ini bukanlah indikator masa depan,” katanya.
Sementara Ketua Harian Jaringan Pengusaha Nasional Widiyanto Saputro menilai pengusaha pada prinsipnya selalu membutuhkan informasi kondisi dan forecast ekonomi aktual yang terpercaya, peta jalan yang cukup bisa diandalkan menghadapi situasi COVID-19.
Baca Juga: Jawa Timur dengan kasus tertinggi covid-19 sejak Maret, ini kata Gubernur Khofifah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News