kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini alur korupsi BLBI oleh mantan Kepala BPPN


Kamis, 03 Agustus 2017 / 10:47 WIB
Begini alur korupsi BLBI oleh mantan Kepala BPPN


Reporter: Teodosius Domina | Editor: Wahyu T.Rahmawati

JAKARTA. Hakim praperadilan menyatakan penetapan mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah sah. Berdasarkan putusan yang dibacakan hakim Effendi Mukhtar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini, terungkap bahwa kasus ini telah diselidiki oleh KPK sejak 31 Januari 2013.

"Menimbnang dalil yang dikemukakan pemohon (pihak Syafruddin), termohon (pihak KPK) menjawab bahwa termohon punya minimial dua alat bukti untuk menetapkan tersangka dengan fakta kronologis, satu, termohon melakukan penyelidikan berdasar Surat Perintah Penyelidikan No. Sprin.Lid-06/01/01/2013 tanggal 31 januari 2013 untuk melaksanakan penyelidikan penyerahan aset obligor BLBI," ucap jaksa Effendi Mukhtar membacakan analisa yuridis, Rabu (2/8).

Sejak itu, KPK telah mengumpulkan 87 dokumen serta memeriksa 33 orang saksi diantaranya sejumlah mantan menteri seperti Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli. Dari situ KPK menyimpulkan kasus ini bermula pada 12 Februari 2004. 

Ketika itu Syafruddin selaku Ketua BPPN membuat ringkasan eksekutif, dimana pada alinea pertama tertulis, Mohon persetujuan terhadap pelaksanaan penyelesaian hutang petambak plasma Dipasena sebagaimana telah diputuskan dalam Sidang Kabinet Terbatas pada 11 Februari 2004.

Faktanya, keputusan presiden soal penghapusan ini tidak pernah ada. Kemudian, KPK merasa hilangnya hak BPPN untuk menagih aset kepada Sjamsul Nursalim ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 17/1999 tentang BPPN khususnya pasal 26 dan 53. Menurut aturan itu, hendaknya BPPN mengupayakan pengembalian lewat restrukturisasi.

Kejanggalan lain menurut KPK ialah Syafruddin seharusnya mengetahui bahwa hak tagih PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) bermasalah dan macet. Pasalnya, Syafruddin pernah menjabat sebagai sekretaris Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dimana pada saat rapat pada tanggal 27 Februari 2001, komite ini pernah membahas utang petambak plasma PT Dipasena dan PT Wahyuni Mandira.

Namun saat menjabat sebagai Kepala BPPN, dia justru mengajukan keputusan seolah-olah BPPN tidak lagi bisa menagih kepada Sjamsul Nursalim selaku investor PT DCD melalui PT Gajah Tunggal Tbk. Sebab, sebelumnya PT Gajah Tunggal Tbk telah melakukan intercompany borrowing.

Tindakan-tindakan Syafruddin tersebut oleh KPK dinilai sebagai tindakan melawan hukum yang merugikan kerugian negara. Syafruddin pun disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×