kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Beda aturan impor, pengusaha khawatir pasokan bawang putih langka di pasaran


Jumat, 03 Desember 2021 / 19:51 WIB
Beda aturan impor, pengusaha khawatir pasokan bawang putih langka di pasaran


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo) mengeluhkan perbedaan pengaturan importasi bawang putih.

Ketua Pusbarindo Valentino mengatakan, perbedaan tersebut terdapat dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 20 tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 15 tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Standar Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pertanian.

Valentino menyebut, dalam Permendag 20/2021 tidak memerlukan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) untuk persetujuan impor (PI) bawang putih. Sementara dalam Permentan 15/2021 masih mewajibkan RIPH untuk rekomendasi persetujuan impor bawang putih.

"Akibat ada dua aturan yang berbeda pada dua kementerian membuat pelaku usaha bingung karena dualisme (aturan) ini," ujar Valentino, Jumat (3/12).

Baca Juga: PPKM darurat, Mendag sebut harga bahan pokok masih stabil

Valentino menyayangkan perbedaan aturan tersebut. Apalagi, kedua aturan tersebut merupakan aturan pelaksana UU nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Padahal, hadirnya UU Cipta Kerja bertujuan untuk membereskan regulasi yang tumpang tindih.

Valentino menyebut, perbedaan pengaturan tersebut berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Sebab, importir yang akan melakukan impor tanpa wajib tanam untuk mendapatkan RIPH akan lebih diuntungkan dari segi biaya.

Sedangkan, importir yang selama ini patuh wajib tanam akan mengeluarkan biaya yang lebih mahal. "Itu tidak adil," ucap Valentino.

Meski begitu, Valentino mengungkapkan, pengurusan importasi tanpa wajib tanam berisiko terkena masalah hukum. Hal ini terkait dengan apa yang pernah terjadi pada tahun 2020 saat Kemendag menerbitkan kebijakan relaksasi pembebasan syarat RIPH untuk mendapatkan izin impor. Sementara Kementan tetap mewajibkan RIPH.

Baca Juga: DPR kritik kebijakan impor bawang putih

Karena kebijakan tersebut, Valentino mengatakan, terdapat 34 importir bawang putih yang terkena masalah hukum yang hingga saat ini masih dalam proses hukum.

"Jadi mau yang mana? Tanpa RIPH nanti kena kasus hukum lagi, tapi kalau impor dengan RIPH harus ikut wajib tanam dan butuh biaya besar. Akhirnya importir jadi takut terkena masalah," ujar Valentino.

Lebih lanjut Valentino mengkhawatirkan perbedaan regulasi itu dapat menyebabkan rendahnya importasi bawang putih yang dilakukan pengusaha. Jika hal itu terjadi, maka pasokan bawang putih berpotensi semakin langka di pasaran dan berdampak pada meningkatnya harga bawang putih.

Baca Juga: Seminggu jelang Lebaran, harga sejumlah bahan pangan kembali naik

Oleh karena itu, Valentino berharap sinkronisasi kebijakan antara Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Sebab jika tidak, berpotensi pada kelangkaan pasokan bawang putih pada Ramadhan dan Idul Fitri 2022.

"Faktanya sampai dengan hari ini perkiraaan kami belum ada pelaku usaha yang apply atau submit PI (bawang putih)," ujar Valentino.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×