kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bea Cukai: Tarif maksimum cukai rokok elektrik untuk batasi peredaran vape


Selasa, 12 November 2019 / 18:09 WIB
Bea Cukai: Tarif maksimum cukai rokok elektrik untuk batasi peredaran vape
ILUSTRASI. Pecinta Vape atau rokok elektrik sedang mencoba keunggulan alat dan rasa liquid di stand Vape Fair 2016 di Ecovention Hall Ancol, Jakarta, Minggu (27/11/2016). Pemerintah melakukan sejumlah upaya demi menekan peredaran dan konsumsi rokok elektrik atau vap


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melakukan sejumlah upaya demi menekan peredaran dan konsumsi rokok elektrik atau vape, salah satunya dengan menerapkan tarif cukai maksimum pada likuid vape sebesar 57%.

Asal tahu saja kebijakan cukai terhadap Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) sudah terbit pada Juli 2018. Adapun pemerintah mulai memungut cukai rokok elektrik   pada  1 September 2018. 

Berlandaskan aturan Permendag Nomor 86 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Rokok Elektrik dan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, produk rokok elektrik dapat diperjualbelikan di Indonesia dengan sejumlah syarat.

Baca Juga: Asosiasi apresiasi cukai HPTL tidak berubah, berikut penjelasannya

Kepala Subdirektorat Jenderal (Kasubdit) Humas Bea Cukai Kemenkeu Deni Surjantoro menjelaskan kenyataannya saat ini produk rokok elektrik sudah beredar di Indonesia. Sebagai regulator hanya bisa menerapkan tarif cukai maksimum pada likuid vape untuk membatasi peredarannya. 

"Secara cash basis atau penerimaan yang masuk ke negara lewat cukai terhadap likuid vape sampai dengan Juni 2019 sebesar Rp 85,6 miliar," jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (12/11). 

Namun demikian, untuk data pemesanan pita cukainya sampai dengan 31 Oktober 2019 kurang lebih sudah mencapai Rp 500 miliar. Tapi Deni bilang ini hanya pemesanan saja, bisa saja tidak diambil. Deni menjelaskan pemesanan pita cukai baru menjadi cash basis atau penerimaan negara setelah transaksi tersebut selesai. 

Nah, untuk awalan ini data cukai yang masuk akan digunakan untuk mendata dan mengawasi peredaran likuid vape melalui Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC). Deni bilang, nomor tersebut diwajibkan untuk pengusaha, pabrikan likuid vape dalam negeri. 

Baca Juga: Rokok elektrik dikabarkan bakal dilarang, begini tanggapan APVI

Deni menjelaskan untuk cukai likuid vape masuk dalam kategori Hasil Pengolahan Tembakau Lain (HPTL) sehingga segmen ini bukan penerimaan yang dikedepankan. 

Namun, kalau melihat segmen penerimaan cukai lebih luas yakni cukai hasil tembakau, Deni menyatakan Bea Cukai menargetkan bisa mencapai Rp 158,86 triliun hingga akhir 2019. Adapun per-Oktober 2019, Deni menyatakan cukai hasil tembakau sudah mencapai 73,55% dari target yang ditentukan.

Meskipun cukai Vape baru diberlakukan pada September 2018 lalu, Deni menjelaskan perolehan cukai hasil tembakau tumbuh 15,36% dibandingkan periode yang sama dari tahun sebelumnya. Adapun pada 2018, cukai produk hasil tembakau hanya tumbuh 9,83%. 

Selain untuk mendata dan memetakan peredaran Vape, Deni menyatakan Bea Cukai bisa membatasi konsumsi dengan cara menindak pengusaha-pengusaha yang tidak patuh melekatkan pita cukai pada produk likuidnya. Walaupun pelanggaran yang terjadi masih minor, Bea Cukai memberlakukan tegas dengan memberikan sanki administrasi. 

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK Agus Suprapto menyatakan pemerintah khususnya PMK memiliki visi yang sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan lembaga kesehatan lainnya yang melarang total peredaran dan konsumsi rokok elektrik ini.  "Negara berkewajiban melindungi rakyatnya dari hal-hal yg dianggap berbahaya dan kurang jelas manfaatnya," jelasnya. 

Pemerintah menargetkan regulasi pelarangan rokok elektrik yang rencananya masuk dalam muatan revisi PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan akan rampung di akhir 2020 nanti. 

Agus menyatakan target pengaturan pelarangan rokok elektrik ini sebenarnya tidak harus masuk dalam revisi PP 109 tahun 2012 tersebut. Jadi bisa saja dalam bentuk Peraturan Presiden atau Peraturan Menteri, tergantung ruang lingkup substansinya. 

Baca Juga: Kemenkes: Pengguna rokok elektrik terbanyak ada pada kelompok usia sekolah

Kendati demikian, jika pemerintah merampungkan regulasi pelarangan rokok elektrik dikhawatirkan implementasinya akan tumpang tindih dengan regulasi yang sudah ada. Agus bilang hal tersebut perlu dikoordinasikan atau disinkronkan antara kementerian dan lembaga. 

Kalau dari sisi Bea Cukai, Deni lebih melihat penerapan cukai bukanlah alat legislasi untuk mengedarkan rokok elektrik. Sebab cukai merupakan alat autoinstrumen fiskal khusus untuk HTPL. 

Adapun pelaksanaan cukai ini dilakukan untuk pengawasan peredaran dan pembatasan konsumsi produk. "Sebetulnya ga kontradiksi kalo bicara mengenai cukai vape dengan regulasi pelarangan vape yang sedang dibuat, sebab ini merupakan instrumen pengendalian jadi nggak kontradiksi lah," tutupnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×