kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

BBM subsidi dibatasi, inflasi bertambah 0,7%


Senin, 21 Februari 2011 / 09:19 WIB
BBM subsidi dibatasi, inflasi bertambah 0,7%
ILUSTRASI. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Selasa (9/7).


Reporter: Bambang Rakhmanto, Nina Dwiantika | Editor: Edy Can

BANDUNG. Pemerintah agaknya bakal kedodoran meredam tekanan inflasi pada tahun ini. Maklum, banyak faktor pemicu inflasi di Tahun Kelinci ini. Salah satunya rencana pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai awal April 2011 nanti.

Dalam kalkulasi Bank Indonesia (BI), kebijakan pembatasan BBM subsidi akan menambah inflasi sebesar 0,7%. Ini dengan asumsi harga BBM non-subsidi (Pertamax) Rp 8.000 per liter dan pembatasan BBM berlaku di Jawa-Bali. Jika asumsi harga Pertamax Rp 7.850 per liter, maka potensi tambahan inflasi sekitar 0,67%.

"Kebijakan pembatasan subsidi akan meningkatkan inflasi pada kelompok administered prices yang berakibat pada kenaikan inflasi keseluruhan," kata Endy Dwi Tjahyanto, Ketua Tim Outlook Jangka Pendek dan Diseminasi Kebijakan Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, kemarin.

Efek pembatasan BBM bersubsidi ke inflasi bisa saja lebih besar. Sebab, hitungan BI tersebut merupakan dampak paling minimal dan belum memasukan dampak lanjutan (second round effect) dari pembatasan BBM bersubsidi.

Padahal, kata Endy, pembatasan BBM pasti akan menciptakan second round effect seperti kenaikan harga transportasi yang dapat memicu lonjakan harga barang. "Namun itu belum kami masukkan karena kami belum tahu berapa dampaknya," ujarnya.

Perhitungan BI tersebut juga belum memasukan tambahan inflasi dari gejolak harga pangan (volatile foods), yang masih rentan terjadi akibat anomali cuaca.

Pada Januari 2011 lalu inflasi bulanan mencapai 0,89% dan inflasi tahunan 7,02%. Tingginya inflasi disebabkan tekanan kelompok volatile foods, terutama harga beras.

Simulasi BI itu tidak jauh berbeda dengan proyeksi Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. Menurut BKF, pengaturan BBM subsidi akan menambah inflasi 0,5 -0,85% dengan asumsi 50% kendaraan pribadi beralih menggunakan BBM non-subsidi.
Nah, agar inflasi tahun ini tidak jauh meleset dari target, pemerintah meminta uluran tangan BI.

Tekan inflasi inti

Kepala BKF Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro berharap BI bisa menekan lagi angka inflasi inti. Saat ini inflasi inti tercatat sebesar 4,18%. Pemerintah mengharapkan bank sentral bisa meredam inflasi inti hingga ke level 3%.

Bila inflasi inti rendah, pemerintah memiliki ruang gerak lebih leluasa untuk menahan laju inflasi yang saat ini sudah mencapai 7,2%. "Jadi pengendalian inflasi adalah tugas pemerintah dan BI," kata Bambang.

Bambang menjelaskan, inflasi inti tidak dipengaruhi oleh makanan. Ia mencontohkan, beberapa hal yang mempengaruhi inflasi inti adalah sewa rumah dan biaya pendidikan yang sebagian besar lebih dipengaruhi oleh permintaan uang. “Kami sangat mengharapkan BI antisipatif dalam menurunkan core inflation,” ujar Bambang.

Namun bank sentral agaknya sulit memenuhi permintaan pemerintah tersebut. Sebab kalau inflasi inti semakin rendah bakal berisiko menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi.

BI sendiri menetapkan proyeksi inflasi inti pada tahun ini sebesar 5%. "Kalau inflasi inti mau ditekan sampai 3% maka harus ada kesepakatan bersama dulu karena ini akan mengorbankan pertumbuhan ekonomi,” kata Endy. Tahun ini pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4%.

Bambang mengakui inflasi inti saat ini sebetulnya sudah stabil, tetapi pemerintah mengharapkan inflasi inti bisa lebih rendah lagi karena gejolak harga pangan tidak mudah diatasi. Apalagi lonjakan harga pangan ini sudah menjadi persoalan global.

Ancaman krisis pangan memang membayangi dunia. Medio Februari 2011, Bank Dunia mengingatkan harga pangan telah mendekati level tertinggi sejak 2008 dan mengancam 44 juta orang di negara berkembang masuk dalam jurang kemiskinan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×