Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap terjaga di kisaran 5%, atau tepatnya 5,2% pada 2024 mendatang. Meski begitu, pemerintah tetap waspada sebab, situasi perekonomian global masih tak menentu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, kinerja perekonomian dipenghujung tahun 2023 akan menjadi modal bagi perekonomian Indonesia pada 2024 mendatang. Menurutnya, kondisi perekonomian tahun politik akan berjalan optimis namun tetap waspada.
“(Kondisi ekonomi di 2024) akan optimis dan waspada,” tutur Sri Mulyani dalam Seminar Nasional Perekonomian Outlook Indonesia, Jumat (22/12).
Baca Juga: Setoran PNBP dari Pemanfaatan Aset Negara Tembus Rp 1,59 Triliun
Ia menyebut, optimisme tersebut sejalan dengan kondisi ekonomi AS yang perlahan mulai membaik dan muncul harapan. Dengan kondisi yang membaik tersebut, lanjutnya, paling tidak perekonomian dunia terbesar bisa bertahan ditengah suku bunga yang meningkat.
Disamping itu, tahun ini kondisi permintaan domestik juga sudah mulai membaik, konsumsi rumah tangga membaik, serta investasi jua mulai membaik.
Adapun Sri Mulyani menyampaikan, untuk 2024 ada sinyal pelonggaran suku bunga The Fed, bank sentral Amerika Serikat. Dengan pelonggaran tersebut akan menjadi dampak positif untuk meredam perekonomian global.
“Ini memberi harapan paling tidak muncul optimisme karena situasi, berarti shock yang terburuk dari kenaikan suku bunga sudah dilewati,” katanya dalam Seminar Outlook Perekonomian Indonesia,” ungkapnya.
Untuk diketahui, The Fed mempertahankan suku bunga di kisaran 5,25% - 5,5% pada Kamis (14/12) dini hari. The Fed juga mengisyaratkan bakal terjadi 3 kali pemangkasan suku bunga, yang diperkirakan mulai dari bulan Maret 2024.
Sri Mulyani sendiri memprediksi, kebijakan suku bunga The Fed kemungkinan akan turun pada semester kedua 2024 sehingga meredakan ketidakpastian di pasar keuangan global.
Di sisi lain, hal yang perlu diwaspadai untuk menjaga pertumbuhan ekonomi di 2024 adalah, krisis properti di China menambah karut marut perekonomian di negara tersebut. Fenomena yang ditandai dengan bangkrutnya raksasa properti Evergrande itu dinilai akan berdampak terhadap perekonomian global. Di samping itu, fragmentasi perekonomian global dan geopolitik juga akan terus diwaspadai.
Di Indonesia, lanjut Sri Mulyani, permintaan domestik akan terus dijaga dengan baik. Untuk menjaga konsumsi, harga pangan harus dijaga agar tetap stabil, karena akan berpengaruh terhadap masyarakat menengah ke bawah.
Kemudian, konsumsi masyarakat kelas menengah juga harus dijaga, salah satunya dengan insentif PPN Properti rumah dengan harga maksimal Rp 5 miliar dan yang ditanggung pemerintah Rp 2 miliar, dan ada juga insentif kendaraan listrik.
Baca Juga: Efek Insentif dan Subsidi Masih Minim ke Ekonomi
“Ini semuanya ditujukan agar dari sisi supply, soalnya properti dan konstruksi itu punya multiplier yang banyak. Dari sisi kelompok menengah yang kita lihat masih punya daya beli, mereka mulai dipacu untuk bisa,” kata Sri Mulyani.
Lebih lanjut, optimisme perekonomian domestik juga akan didorong oleh kondisi yang tumbuh cukup baik, dan pertumbuhan kredit yang tumbuh cukup baik, meski belum setinggi yang diharapkan.
“Kebijakan tetep dari fiskal kita akan support, baik masalah fundamental jangka panjang seperti pendidikan infrastruktur. Dalam jangka pendek akan melakukan counter cyclical yang kita lakukan pandemic,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News