Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Mesti Sinaga
JAKARTA. Pemerintah mulai mengambil ancang-ancang terhadap pelebaran defisit anggaran, seiring dengan kemungkinan membengkaknya shortfall penerimaan .
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah akan meningkatkan batas toleransi defisit anggaran pemerintah pusat menjadi 2,7%. Padahal biasanya, defisit anggaran pemerintah pusat dipatok 2,5%.
Memang, Undang-Undang APBN mengatakan akumulasi defisit anggaran pemerintah pusat dan daerah tidak boleh lebih dari 3%. Dengan begitu, maka tahun ini pemerintah hanya memberikan toleransi defisit bagi anggaran pemerintah daerah sebesar 0,3%. Ini lebih rendah dibanding biasanya yang sebesar 0,5%.
Sebagai gambaran, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) pemerintah dari tahun ke tahun selalu meningkat, begitupun dengan pemerintah daerah. Tahun 2014 saja, dana SILPA mencapai Rp 19 triliun.
Pemerintah berani mematok pelebaran defisit hingga 2,7% karena penyerapan anggaran daerah kemungkinan lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
"Untuk aman, sebaiknya tidak boleh lebih dari 2,7%," kata Suahasil, Selasa (27/10) di Jakarta.
Sebelumnya pemerintah menargetkan defisit Angaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sebesar 2,15%. Namun, belakangan melihat kemungkinan shortfall penerimaan hingga Rp 150 triliun, menyebabkan melebarnya kemungkinan defisit.
Hingga Oktober ini, realisasi pendapatan negara baru mencapai 57% dari target tahun ini. Sementara realisasi total belanja negara sebesar 64% dari pagu anggaran.
Target penerimaan negara dalam APBN-P 2015 sebesar Rp 1.761,6, dan target belanja negara sebesar Rp 1.984,1 triliun.
Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam menilai, defisit anggaran sebaiknya jangan lebih dari 2,5% untuk pemerintah pusat. Sebab, jika lebih dari 2,5%, akan sangat riskan jika ternyata melebar lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News