Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Pernyataan Kejaksaan Agung tentang adanya empat pejabat Pemprov DKI Jakarta yang memiliki rekening gendut disambut baik Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Menurut Basuki, ia membuka pintu selebar-lebarnya untuk Kejaksaan Agung jika memang jajarannya memiliki uang di rekening di luar kewajaran.
Pria yang biasa disapa Basuki ini berharap, adanya penyidikan itu dapat memberikan rasa jera dan membuat pejabat lainnya ikut berpikir dua kali jika memiliki rekening di luar kewajaran sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Kejagung tidak merilis siapa saja para pejabat DKI tersebut. Namun, berdasarkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ada empat rekening gendut di jajaran Pemprov DKI.
Basuki menegaskan, dirinya bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) tengah berupaya menunjukkan keseriusan dalam membangun birokrasi yang transparan, jujur, dan bersih.
Basuki juga mengatakan dirinya sudah beberapa kali bertemu petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, KPK juga tengah memeriksa pengelolaan keuangan daerah di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
"Ada sekitar tiga petugas KPK datang ke sini kemarin siang. Mereka mau periksa sesuatu," ujar Basuki.
Penghasilan PNS di Pemprov DKI Jakarta yang berasal dari gaji, tunjangan kinerja daerah (TKD), dan tunjangan pejabat sudah cukup tinggi dibandingkan PNS di daerah lain. Kabar rekening gendut ini juga beredar di kalangan PNS DKI.
Sejumlah nama kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) hingga nama asisten sekretaris daerah juga disebut-sebut sebagai pemilik rekening gendut tersebut. Namun, tidak ada yang berani memastikannya karena masih berada di ranah penegak hukum.
Dihubungi secara terpisah, pengamat pemerintahan dari Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), Masud Said, mengatakan, pejabat DKI memiliki uang banyak memang tidak mengherankan. Meski demikian, penegak hukum harus menelusuri dulu rekening gendut itu.
"Caranya dapat memantau jabatan yang sedang diemban. Lantas dari jabatan itu akan disesuaikan dengan penghasilan yang didapatkan. Mulai dari gaji pokok, TKD, hingga tunjangan jabatan. Jika nilai uang di rekening pejabat itu tidak sesuai dengan penghasilannya dalam jabatan tertentu, perlu dicurigai," ujarnya.
Masud menjelaskan, penegak hukum perlu juga melihat apakah pejabat tersebut memiliki usaha lain yang sah di luar kegiatannya sehari-hari sebagai PNS. Ia menjelaskan, pejabat di Pemprov DKI Jakarta memang rentan dengan godaan yang terlalu besar.
Jakarta sebagai ibu kota dan pusat perputaran ekonomi Indonesia juga menggoda para PNS menyalahgunakan wewenangnya. Belum lagi besarnya APBD DKI yang mencapai Rp 50 triliun.
"Proyek di Jakarta ini sangat banyak dengan nilai tinggi, baik dikerjakan pemerintah maupun swasta. Tentunya persaingan untuk mendapatkan proyek tersebut sangat ketat. Untuk memuluskan itu, tidak jarang para pengusaha atau peserta tender memberikan imbalan dalam bentuk fee kepada pejabat pengguna anggaran. Begitu juga pembangunan yang dilakukan swasta, sebagai regulator dan pemberi izin, pejabat Pemprov DKI memiliki kekuasaan yang cukup besar,” paparnya.
Masud juga menilai kemungkinan penyelewengan dana melalui rekening bisa dilakukan oleh PNS dengan memasukkan dana non-budgeter atau dana yang sewaktu-waktu bisa digunakan. "Kalau dana non-budgeter itu masuk melalui rekening pribadi PNS atau pejabat, itu sudah menyalahi," terangnya. (Ahmad Sabran/Warta Kota)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News