kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.835   40,00   0,24%
  • IDX 6.679   65,44   0,99%
  • KOMPAS100 965   12,40   1,30%
  • LQ45 750   8,15   1,10%
  • ISSI 212   1,80   0,86%
  • IDX30 390   4,00   1,04%
  • IDXHIDIV20 468   2,84   0,61%
  • IDX80 109   1,41   1,31%
  • IDXV30 115   1,81   1,60%
  • IDXQ30 128   1,06   0,84%

Baru Berlaku di Akhir 2023, Simak Uraian Mengenai PMK-172 yang Bersifat Omnibus


Sabtu, 27 Januari 2024 / 22:22 WIB
Baru Berlaku di Akhir 2023, Simak Uraian Mengenai PMK-172 yang Bersifat Omnibus
Dari kiri: Manager TaxPrime Bayu Rahmat Rahayu, Managing Partner Transfer Pricing Compliance and International Tax Emanuel Dewo Adi Winedhar, dan Senior Manager TaxPrime Muhamad Noprianto.


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan konsultan pajak TaxPrime menguraikan pokok-pokok perubahan, dampak, tantangan, dan strategi implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 172 Tahun 2023 atau yang lebih dikenal dengan PMK-172.

PMK ini berlaku mulai 29 Desember 2023 dan mengatur tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa.

Uraian dari Taxprime mengenai hal tersebut dikemas dalam acara webinar yang bertajuk Navigating the New Indonesian Transfer Pricing Guidelines (MoFR-172/2023): Updates, Impacts, and Regional Perspectives. Acara ini berlangsung pada Jumat (26/1) dan diikuti oleh sekitar 1.400 peserta. 

Diskusi terbagi menjadi dua panel. Diskusi panel I mengusung topik PMK Nomor 172 Tahun 2023: update, tantangan, dan dampak dalam rangka pemenuhan kepatuhan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU).

Baca Juga: Ditjen Pajak Kodifikasi Ketentuan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha

Panelisnya terdiri dari Managing Partner Transfer Pricing Compliance and International Tax TaxPrime Emanuel Dewo Adi Winedhar dan Senior Manager TaxPrime Muhamad Noprianto, serta dipandu oleh moderator Manager TaxPrime Bayu Rahmat Rahayu.

Lalu, diskusi panel II mengusung topik Cross-Border Insights: Perspektif atas Perubahan Regulasi Transfer Pricing di Indonesia serta update ketentuan transfer pricing dari beberapa negara.

Panelis yang hadir dalam diskusi ini adalah Yuri Numata (KPMG Japan) dan Steve Minhoo Kim (Lee & Ko South Korea), serta dipandu oleh moderator Manager TaxPrime Bobby Savero.

Dalam pembukaannya, Manager TaxPrime Bayu Rahmat Rahayu menyampaikan, PMK-172 ini bersifat omnibus dan mengkodifikasi berbagai aspek transfer pricing. Dengan begitu, PMK-172 ini dapat disebut sebagai The Indonesian Transfer Pricing Guidelines. 

Baca Juga: Batas Waktu Berakhir, Ditjen Pajak Imbau WP Lapor Realisasi Repatriasi-Investasi PPS

Senior Manager TaxPrime Muhamad Noprianto menjelaskan, PMK-172 merupakan follow up dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan peraturan pelaksanaannya, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Tahun 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan serta PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan.

PMK yang mengatur mengenai penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU), Mutual Agreement Procedure (MAP), dan Advance Pricing Agreement (APA) ini merupakan respons strategis terhadap amandemen terbaru dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan Ketentuan Umum dan Tata Cara Undang-Undang Perpajakan (KUP).

“PMK Nomor 172 Tahun 2023 ini sangat menarik karena merupakan ketentuan yang bersifat omnibus yang menggabungkan berbagai ketentuan terkait transfer pricing, MAP, APA, termasuk memberikan klarifikasi dan menyempurnakan ketentuan yang lama," kata Nopri dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/1).

Baca Juga: Pengusaha Ingin Tarif CHT Tidak Dinaikkan di Tahun Depan, Ini Alasannya

PMK-172 mulai berlaku sejak 29 Desember 2023. Khusus untuk penyelenggaraan TP-Doc (Transfer Pricing Documentation), Wajib Pajak harus menerapkan ketentuan dalam PMK ini untuk tahun pajak 2024.

Poin penting perubahan

Nopri pun merinci perubahan dan penyempurnaan dalam PMK-172, khususnya terkait hubungan istimewa. Nopri menekankan bahwa Wajib Pajak perlu sangat memerhatikan aspek hubungan istimewa sebagai pintu masuk (entry point) atas kewajiban dalam melakukan penetapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU). 

Terdapat penegasan bahwa ex-ante harus digunakan dalam menerapkan PKKU. Pendekatan ex-ante merupakan pendekatan penetapan harga transfer yang dilakukan untuk menerapkan PKKU pada saat sebelum/saat transaksi dilakukan (price-setting approach). 

Kemudian, terdapat penegasan atas preferensi pendekatan segregasi dan beberapa perubahan terkait tahapan pendahuluan dalam PKKU. Hal-hal tersebut seirama dengan OECD Transfer Pricing Guidelines chapter 6-10. 

Baca Juga: Per 1 Agustus, Kasus Terkonfirmasi PMK Terindentifikasi di 22 Provinsi

“Hal yang menarik di sini adalah tambahan adanya perubahan dalam tahapan pendahuluan berupa tambahan atas transaksi tertentu, yakni transaksi keuangan lainnya. Hal ini searah dengan perubahan dalam OECD Transfer Pricing Guidelines tahun 2022, yakni penambahan chapter 10—financial transaction,” jelas Nopri. 

Selanjutnya, Nopri menilai, hal yang patut diapresiasi adalah penambahan penjelasan yang lebih detail dalam aturan PMK-172 terkait analisis industri dan perluasan definisi manfaat ekonomis. Ada pula perubahan terkait kesejajaran metode Comparable Uncontrolled Price (CUP) dan Comparable Uncontrolled Transaction (CUT) dalam penentuan harga transfer.

“Dalam PMK tersebut, juga ditegaskan kembali mengenai penggunaan metode valuasi bisnis dan aset. Wajib Pajak perlu memperhatikan penerapannya dengan mengacu pada PMK 79 tahun 2023 tentang Tata Cara Penilaian untuk Tujuan Perpajakan,” tambah Nopri.

Di sisi lain, Managing Partner Transfer Pricing Compliance and International Tax TaxPrime Emanuel Dewo Adi Winedhar menyebutkan, terdapat dampak berupa koreksi kewajaran yang perlu dimitigasi Wajib Pajak dalam penerapan PKKU.

Di antaranya terdapat pengaturan mengenai mekanisme primary adjustment, mekanisme secondary adjustment, klarifikasi dan limitasi kewenangan DJP dalam koreksi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta corresponding adjustment.

Baca Juga: Menakar kebijakan penyederhanaan struktur tarif cukai

Sebagai perbandingan, dalam ketentuan PMK sebelumnya, terutama di PMK Nomor 22 Tahun 2020 masih terdapat kemungkinan potential double taxation karena memang belum diatur secara spesifik terkait dengan corresponding adjustment.

"Akan tetapi, dengan adanya PMK 172 Tahun 2023, corresponding adjustment ditegaskan dapat dilaksanakan dan itu memudahkan Wajib Pajak,” ungkap Dewo.

Secara simultan, PMK-172 juga menambah ketentuan serta mempertegas mengenai ketentuan terkait MAP dan APA yang telah diatur dalam ketentuan sebelumnya.

Menurut Dewo, hal ini menandakan langkah progresif Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk memberikan keadilan dan kemudahan bagi Wajib Pajak. 

Baca Juga: Ditjen Pajak Kodifikasi Ketentuan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha

Pemberian keadilan dan kemudahan ini terutama terkait peniadaan sanksi administrasi atas konsekuensi hasil APA, masih terdapatnya kemungkinan Unilateral APA dalam hal terdapat pencabutan permohonan Bilateral APA/Multilateral APA, serta  terdapatnya tambahan waktu untuk melakukan penyampaian atas pembaharuan APA.

“Sangat penting dipahami bahwa PMK-172 ini memperhatikan aspek keadilan dan kepastian, baik bagi Wajib Pajak maupun DJP,” tambah Dewo.

Sudut pandang global

Dalam perspektif global, Partner/Senior Foreign Attorney Kee & Ko South Korea Stave Minhoo Kim mengapresiasi amandemen regulasi penetapan transfer pricing di Indonesia yang dituangkan dalam PMK-172. Ia menganalisis, perubahan yang dilakukan Indonesia sangat komprehensif, khususnya terkait mekanisme APA.

Menurutnya, grup-grup usaha atau Wajib Pajak Korea menilai bahwa masalah transfer pricing Indonesia yang sangat mencolok adalah penerapan PKKU. Dengan adanya PMK-172 ini, ia mendapat kesan bahwa pemerintah Indonesia berusaha menjaga relevansi ketentuan domestik dengan perkembangan OECD.

"Hal ini dengan menyelaraskan regulasi dan mempertimbangkan bahwa pemerintah sangat menekankan analisis industri dan tahapan penerapan PKKU untuk memberikan kepastian hukum,” ungkap Kim.

Bernada serupa, Partner Transfer Pricing KPMG Tax Corporation Japan Yuri Numata menilai, PMK-712 memberikan penjelasan dan ketenangan dari berbagai aspek, khususnya bagi perusahaan Jepang yang berada di Indonesia.

Baca Juga: Produksi rokok melempem, Sri Mulyani waspadai penurunan penerimaan cukai

“Jepang juga mengadopsi panduan transfer pricing OECD sebagai dasar untuk peraturan dan penegakan hukum. Sekarang, PMK Nomor 172 Tahun 2023 mulai berlaku, saya percaya ini memberikan gambaran yang jauh lebih jelas bagi Wajib Pajak Indonesia, termasuk perusahaan-perusahaan Jepang yang beroperasi di Indonesia atau Asia,” ungkap Numata.

Dalam sesi tanya jawab pada sesi yang kedua, Manager TaxPrime Bobby Savero menggarisbawahi hal yang sangat penting berdasarkan hasil diskusi dengan panelis-panelis yang mewakili yurisdiksi mitra utama ekonomi Indonesia tersebut.

Menurutnya, dalam menghadapi ketidakpastian perpajakan dan bisnis, khususnya dalam praktik transfer pricing di Indonesia menjadi penting pemenuhan kepatuhan maupun pada proses APA. Hal ini untuk memastikan keutuhan informasi dan disampaikan secara terbuka di muka sehingga merepresentasikan situasi yang sebenarnya dan seimbang serta dapat menghasilkan analisis transfer pricing yang akurat.

Baca Juga: Bea Cukai bebaskan cukai etil alkohol untuk bahan baku hand sanitizer

Sebagai informasi, TaxPrime adalah konsultan pajak yang berdiri tahun 2012 dengan pertumbuhan terpesat di Indonesia. TaxPrime memiliki lebih dari 200 advisor yang mana 26 di antaranya memiliki pengalaman sebagai pegawai DJP yang menduduki berbagai posisi. Dua dari 26 advisor-nya adalah mantan Direktur Jenderal Pajak Indonesia, pejabat tertinggi di otoritas pajak Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×