Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri tengah mengusut identitas para korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) jaringan Indonesia, Amman Jordania, dan Arab Saudi.
Adapun dalam kasus itu diduga ada sekitar 1.000 korban TPPO sejak tahun 2015.
“Diperkirakan sekitar 1.000 orang ini korbannya bermacam-macam. Sementara ini masih kita lihat, karena sedang kita inventarisir,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (4/4/2023).
Secara terpisah, Direktur Perlindungan WNI (Kemenlu) Judha Nugraha mengatakan, pihaknya siap melakukan penanganan terhadap para korban jika sudah menerima data lebih lanjut.
Baca Juga: KSP: Implementasi MoU Penempatan Kembali PMI di Malaysia Perlu Pengawasan Ketat
Setelah mendapat data identitas dari para korban, Kemenlu akan mencari tahu apakah 1.000 korban TPPO sejak 2015 itu masih berada di luar negeri atau sudah kembali ke Tanah Air.
“Ini kan harus berdasarkan penyelidikan lebih lanjut. Tapi dari Kemenlu dan perwakilan RI kami siap jika nanti sudah ada nama-nama korban yang diduga di luar negeri, kita akan lakukan langkah penanganan,” ujar Judha.
Diketahui, polisi menangkap lima tersangka kasus TPPO jaringan dari Indonesia, Amman Jordania, dan Arab Saudi yang sudah memulai aksinya sejak tahun 2015.
Kelima tersangka itu adalah MA (53), ZA (54), SR (53), RR (38), dan AS (58). Mereka ditangkap dari berbagai wilayah yang berbeda, di antaranya Karawang, Jakarta Timur, serta Sukabumi.
"Aktivitas perekrutan PMI (pekerja migran Indonesia) secara ilegal ini dilaksanakan sejak tahun 2015. Jadi kalau kita jumlah perhitungan kami mencapai 1.000 orang korban yang sudah dikirim," ujar Djuhandhani dalam konferensi pers di Lobi Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Selasa (4/4/2023).
Baca Juga: Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dorong penguatan Satgas Pelindungan PMI
Djuhandhani mengungkapkan, kasus ini berawal dari adanya informasi Kedutaan Besar RI di Amman Jordania tentang penanganan kasus pekerja migran Indonesia (PMI) yang terindikasi sebagai korban TPPO.
Ia menambahkan, modus operandi yang dilakukan para tersangka yaitu menjanjikan para korban untuk bekerja di negara Arab Saudi dengan gaji sebesar 1.200 riyal per bulan.
"Namun, proses perekrutan pengiriman tanpa melalui prosedur atau sesuai ketentuan sehingga keberangkatan korban ke Jordania dengan menggunakan visa turis atau pariwisata kemudian menampung sementara para korban di Jordania untuk menunggu proses penerbitan visa untuk masuk ke nagara Arab Saudi," ucapnya.
Baca Juga: Terkait persoalan pengantin pesanan, menlu Retno bertemu menlu RRT
Menurut Djuhandhani, pihaknya masih terus mendalami para tersangka serta pihak lain yang diduga terlibat tindak pidana itu. Berdasarkan penelusuran, penyidik menemukan dugaan bahwa jumlah korban bisa bertambah. Sebab, sudah ada banyak korban yang dikirim ke Arab Saudi.
Para tersangka dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, dan/atau Pasal 81 juncto Pasal 86 huruf (b) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bareskrim Dalami Identitas 1.000 Korban TPPO ke Arab Saudi"
Penulis : Rahel Narda Chaterine
Editor : Dani Prabowo
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News