Reporter: Irma Yani | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan, laju inflasi pada 2011 nanti sulit berada dibawah 6%. Pasalnya, rencana pembatasan bahan bakar minyak (BBM) subsidi oleh Pemerintah tahun depan akan mendorong laju inflasi mencapai 6%, bahkan lebih.
"Pemerintah akan terus berkoordinasi dengan BI untuk dibawah 6%, meskipun itu sulit. Baik dari kondisi perekonomian saat ini, maupun dari sejarah indikator makro ekonomi Indonesia selama ini. Itu pun di luar pembatasan BBM," ucap Direktur Perencanaan Ekonomi Makro Kementerian PPN/Bappenas Bambang Prijambodo, saat ditemui dikantornya, Senin (13/12) malam.
Padahal, untuk tahun 2011 Pemerintah mematok inflasi sebesar 5,3%, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 6,4%. "Dengan target pertumbuhan ekonomi di atas 6%, sangat sulit mengontrol angka inflasi di bawah 6%," katanya.
Ia mengungkapkan, dari sejarahnya, hanya dua kali Indonesia berhasil menekan inflasi di bawah 6%, dengan pertumbuhan diatas 6%, yakni pada tahun 1970 dan 1992. "Jika pertumbuhan ekonomi diatas 6% maka inflasi juga akan diatas 6%," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengungkapkan, kebijakan pembatasan BBM secara perhitungan ekonomi tidak akan memberikan dampak berganda terhadap industri. Dampak kenaikan harga hanya diakibatkan efek psikologis publik yang sulit diperhitungkan.
Maklum saja, pasalnya pembatasan BBM hanya diberlakukan pada kendaraan roda empat yang berplat hitam, sedangkan untuk mobil angkutan barang harusnya berplat kuning, yang tetap diperbolehkan menggunakan bbm bersubsidi.
"Ini kan bukan seperti Oktober 2005, dimana memang harga BBM dinaikkan keseluruhan. Ini untuk rumah tangga yang punya mobil pelat hitam," katanya.
Menurut Rusman, akibat pembatasan BBM ini, pengaruhnya pada inflasi 2011 nanti hanya sekitar 0,27%. "Ini diperhitungkan dengan asumsi implementasi hanya di pulau Jawa dan Bali," jelasnya.
Ia mengungkapkan, untuk penerapan pembatasan BBM di Jawa dan Bali, pengalihan volume BBM dari premium ke pertamax yang digunakan rumah tangga yang mempunyai mobil hanya 3,24 juta atau 18% dari total volume BBM bersubsidi yang digunakan rumah tangga sebesar 18 juta kilo liter.
Ia menjelaskan, bobot sumbangan BBM terhadap inflasi itu sebesar 2,98%. "Dengan asumsi jika masyarakat beralih dari premium ke pertamax, kenaikan pembayaran itu sekitar 50%, yakni dari Rp 4500 per liter menjadi Rp 6900 per liter. Sehingga jika dihitung bobot terhadap inflasi 2,98 dikalikan 50% (kenaikan pembayaran), kemudian dikalikan 18%(rumah tangga di Jawa dan bali yang beralih), maka hanya 0,27% terhadap sumbangan inflasi 2011," jelasnya.
Ia mengatakan, ini bisa lebih rendah, karena pemerintah merencanakan pada semester pertama hanya akan menerapkan di Jabodetabek.
"Namun jika diberlakukan secara nasional pasca 2011 nanti, maka volume pengalihan BBM dari premium ke pertamax yang digunakan rumah tangga yang mempunyai mobil akan mencapai 10,38 juta atau 58% dari total volume BBM bersubsidi yang digunakan rumah tangga sebesar 18 juta kilo liter," paparnya. Sehingga, lanjutnya, total sumbangan inflasi yang disumbangkan pembatasan BBM akan mencapai 0,87%.
"Jadi setelah 2011 akan ada tambahan inflasi akibat pembatasan BBM sebesar 0,6%. Jadi tidak seheboh yang digembar-gemborkan. Ini secara perhitungan ekonomi tidak memberikan dampak signifikan terhadap industri," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News