kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45932,69   4,34   0.47%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bappebti jelaskan soal rencana pengenaan pajak pada kripto


Senin, 19 April 2021 / 20:25 WIB
Bappebti jelaskan soal rencana pengenaan pajak pada kripto
ILUSTRASI. Bappebti jelaskan soal pengenaan pajak pada kripto


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perdagangan mata uang digital (kripto) mulai menggeliat beberapa tahun terakhir. Pemerintah pun mengendus transaksi itu berpotensi memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara. Dus, rencananya kripto akan dipungut pajak.

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Sidharta Utama, mengatakan, pengenaan pajak atas kripto akan pararel dengan rencana pembentukan bursa yang menaungi para pedagang bitcoin dan kawan-kawannya. Saat ini, ada 13 pedagang aset kripto yang terdaftar di Bappebti.

Sebagai gambarannya, pungutan pajak transaksi atas kripto nantinya akan otomatis ditarik dari investor oleh para platform pedagang kripto. Namun, Sidharta menyampaikan aturan tersebut masih dalam proses kajian oleh otoritas fiskal.

“Pungutan pajak ini masih dikoordinasikan dengan Kementerian Keuangan  (Kemenkeu). Bisa dalam bentuk pajak penghasilan (PPh) Final atau PPh pada umumnya atas capital gain (PPh orang pribadi). Kami sudah komunikasikan dengan Kemenkeu,” kata  Sidharta kepada Kontan.co.id, Senin (19/4). 

Baca Juga: Pengamat usulkan agar pendapatan dari aset kripto dikenakan pajak progresif

Sayangnya, hingga berita ini terbit, Plt Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Pande Oka Putu enggan mengonfirmasi rencana pajak atas aset kripto.

Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan Bappebti sudah menyosialisasikan kepada pihaknya terkait pajak kripto. Aspakrindo pun mengajukan skema PPh Final untuk transaksi mata uang digital tersebut. Adapun tarif yang diajukan sebesar 0,05%.

Angka tersebut lebih rendah dibandingkan pungutan PPh Final di bursa saham yang berlaku saat ini sebesar 0,1%. Alasan Teguh, perdagangan kripto di Indonesia tebilang masih baru. Jika tarif PPh Final atas aset kripto 0,1% maka akan membebankan investor dalam negeri. 

“Sampai saat ini belum ada feedback pajaknya dalam bentuk apa. Kami berhadap tarif pajaknya jangan terlalu tinggi, dikhawatirkan investor malah akan berinvestasi kripto di channel yang ilegal, yang akhirnya malah membahayakan,” kata Teguh kepada Kontan.co.id, Senin (19/4).

Baca Juga: Lagi anjlok, harga bitcoin diproyeksikan naik ke US$ 100.000

Adapun Teguh membeberkan tahun lalu rata-rata volume transaksi aset kripto di Indonesia mencapai Rp 40 triliun per bulan atau setara Rp 480 triliun sepanjang tahun lalu. Maka apabila menggunakan skema PPh Final sebesar 0,05%, kontribusi aset kripto terhadap penerimaan negara ditaksir mencapai  sekitar Rp 240 miliar.

Bahkan Teguh memprediksi tak ayal di tahun 2024, transaksi kripto berpotensi menyumbang pajak hingga triliunan rupiah. “Meski sekarang tidak seberapa tapi prospek kripto akan terus tumbuh. Kalau bisa pemerintah justru berikan insentif fiskal agar pasar kripto di Indonesia bisa semakin besar dulu,” ujar Teguh. 

Selanjutnya: Ikut bercuit lulusan UI tolak gaji Rp 8 juta, begini kata pajak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×