kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bansos jadi andalan pertumbuhan, CORE: Proses penyaluran harus dievaluasi


Selasa, 26 November 2019 / 21:32 WIB
Bansos jadi andalan pertumbuhan, CORE: Proses penyaluran harus dievaluasi
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo (kiri) berjabat tangan dengan ibu-ibu penerima Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2019 di Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, Selasa (12/2/2019). Pemerintah menyalurkan PKH sebesar Rp34,4 triliun pada tahun 2019 untuk mendo


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggaran perlindungan sosial, termasuk bantuan sosial, dari pemerintah masih menjadi penyokong penting pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di tengah tekanan perekonomian global, anggaran perlindungan sosial memastikan geliat konsumsi dan ekonomi domestik tetap terjaga. 

Meski demikian, Ekonom Center of Reform on Economics (Core)  Indonesia Yusuf Rendy  Manilet, pemerintah perlu mengevaluasi penyaluran dana perlindungan sosial untuk mengoptimalkan perannya mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Baca Juga: Saham emiten batubara sudah turun banyak, begini rekomendasi analis

Evaluasi terutama terkait dengan akurasi data penerima bantuan yang selama ini dinilai masih banyak melenceng sehingga bantuan sosial tidak tersalur tepat sasaran. 

Kedua, persoalan keadilan pembagian bantuan sosial untuk seluruh daerah Indonesia. “Saat ini anggaran bansos relatif dipukul rata untuk semua daerah di Indonesia, padahal tingkat kemiskinan setiap daerah berbeda-beda sehingga proporsi bantuan juga harusnya menyesuaikan,” ujar Rendy, Selasa (26/11). 

Ketiga, penyaluran bansos saat ini sebenarnya dinilai Rendy sudah mengalami kemajuan dari sisi pemanfaatan teknologi dan kerja sama dengan perbankan untuk ketepatan sasaran dan meminimalisasi penyimpangan penyaluran bansos (moral hazard). 

“Tapi meski begitu infrastruktur perbankan di remote area belum tersedia secara merata sehingga belum dapat diakses oleh seluruh masyarakat terutama di daerah,” lanjut dia. 

Baca Juga: Indef usulkan adanya APBN-P 2020, ini pemicunya

Adapun, dari sisi peran fiskal secara keseluruhan, Rendy melihat pemerintah masih cenderung melakukan pengetatan anggaran. Hal ini terlihat dari target defisit APBN 2020 yang sebesar 1,76% dari PDB, lebih rendah daripada tahun 2019. Apalagi dengan kondisi defisit anggaran tahun ini sebenarnya sudah diperkirakan melebar hingga 2,2% terhadap PDB. 

Rendy menilai, untuk memastikan pertumbuhan konsumsi tetap tinggi dan menopang pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, pemerintah mesti melonggarkan target defisit APBN 2020 ke kisaran yang kurang lebih sama dengan tahun ini yaitu 2,2%-2,3% terhadap PDB. 

Dengan begitu, belanja pemerintah termasuk untuk perlindungan sosial dapat dipastikan tersalurkan secara optimal. 

Baca Juga: Pemerintah andalkan dana perlindungan sosial jadi penopang pertumbuhan ekonomi 2020

Di sisi lain, Rendy menilai, tahun depan ada sejumlah katalis yang mampu mendukung tingkat konsumsi domestik. Di antaranya kenaikan upah minimum provinsi (UMP) hingga di atas 8,51%, prospek harga komoditas unggulan seperti sawit dan batubara yang diperkirakan membaik, hingga dampak transmisi kebijakan moneter Bank Indonesia yang melonggar sejak pertengahan tahun 2019. 

“Faktor-faktor tersebut, ditambah dukungan fiskal dari pemerintah lewat anggaran perlindungan sosial semestinya bisa menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat di tahun depan,” tandas Rendy. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×