kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.908.000   -6.000   -0,31%
  • USD/IDR 16.296   13,00   0,08%
  • IDX 7.176   35,58   0,50%
  • KOMPAS100 1.031   4,78   0,47%
  • LQ45 783   4,04   0,52%
  • ISSI 235   1,38   0,59%
  • IDX30 405   2,17   0,54%
  • IDXHIDIV20 466   3,35   0,72%
  • IDX80 116   0,63   0,55%
  • IDXV30 119   1,48   1,26%
  • IDXQ30 129   0,61   0,47%

Bank Indonesia Tengahi Citibank dan Permata Hijau


Jumat, 03 Juli 2009 / 09:52 WIB


Reporter: Diade Riva Nugrahani |

JAKARTA. Persoalan tagihan Citibank terhadap PT Permata Hijau Sawit (PHS) yang mencapai puluhan juta dolar Amerika Serikat ternyata mendapat perhatian Bank Indonesia (BI). Dari kasus ini, BI lantas mengambil langkah tegas.

Fakta ini terungkap dalam sidang lanjutan gugatan PHS terhadap Citibank di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, kemarin (2/7). Kuasa Hukum PHS menghadirkan saksi Pimpinan BI Medan, Romeo Rissal. Romeo menjelaskan tindak lanjut BI cabang Medan atas laporan Robert, pemilik PHS.

Romeo mengaku pertama kali mendapat keluhan Robert soal tagihan dari Citibank terkait transaksi derivatif pada 9 November 2008. " PHS merasa tertipu oleh bank asing dan kaget akan biaya ganti rugi yang sangat besar," ujarnya. Karena belum paham jenis transaksinya, Romeo menyarankan Robert meminta bantuan secara formal ke BI.

Pada 13 November 2008, bersama karyawannya yang berhubungan dengan transaksi derivatif tersebut, Robert membawa semua dokumen perjanjian transaksi PHS dan Citibank ke Romeo. "Robert disuruh membayar US$ 23 Juta," kata Romeo.

Romeo tak kalah kaget setelah mempelajari dokumen yang semuanya tertulis dalam bahasa Inggris. "Ini bukan lagi transaksi hedging seperti yang biasa bapak lakukan. Ini adalah callable forward," ujar Romeo, menirukan ucapannya kepada Robert saat itu.

Jadi pertimbangan BI

Romeo lantas memerintahkan stafnya menghubungi Citibank cabang Medan. Namun karena transaksi itu dilakukan Citibank cabang Jakarta, sesuai prosedur yang berlaku, yang berhak memberikan konfirmasi adalah Citibank cabang Jakarta.

Sadar bahwa transaksi ini bisa berbahaya, Romeo juga meminta Gubernur BI menerima presentasi kasus ini darinya. Pada 19 November, Romeo mengadakan pertemuan dengan Gubernur BI.

Setelah mencermati kasus PHS dan laporan lain, BI mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. 10/42/PDM tertanggal 27 November 2008. Inti surat itu adalah melarang bank mengeluarkan produk forward untuk hedging.

BI cabang Medan tentunya segera menindaklanjuti SE tersebut. "Kami ingin menerapkan SE 10/42 BI ini secara konsisten. Kami akan memantau dan memberi sanksi lebih berat bagi pelanggar," ujar Romeo.

Menurut Romeo, saat ini, bank yang ngotot mengeluarkan produk ini bahkan tingkat kesehatannya bisa diturunkan. "Direksinya juga bisa kena kewajiban fit and proper test," ujarnya. Aturan ini juga disosialisasikan agar masyarakat dan eksportir tidak mudah dan sembarangan membeli produk hedging.

Romeo juga menyayangkan penggunaan bahasa Inggris dalam kontrak perjanjian derivatif itu. "Bahasanya rumit sekali. Saya juga bingung kenapa dibikin sedemikian rupa. Padahal, sebenarnya bisa dibikin sederhana dan mudah dipahami," ujarnya.

Seharusnya, sesuai Peraturan BI 7/6 tahun 2005, bank harus menjelaskan risiko, manfaat, dan apa yang akan terjadi di kemudian hari. "Seperti sebuah pernikahan. Kalau perjanjian ini kan tidak asal tembak memakai bahasa Inggris," tandas Romeo.

Menanggapi hal itu, Haryo Wibowo, pengacara Citibank berdalih, penggunaan bahasa yang bisa dimengerti itu relatif. "Rumit enggaknya itu relatif. Pemahaman terhadap makna yang sederhana itu juga berbeda-beda," ujarnya.

Kuasa hukum Citibank lainnya, Erwandi Hendarta bilang, kasus ini muncul bukan karena ada pelanggaran terhadap aturan BI. Tapi, lantaran "PHS telah melakukan wanprestasi atas perjanjian yang telah disepakati," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×