kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bank Dunia sarankan RI turunkan threshold PKP untuk perluas basis pajak digital


Minggu, 01 Agustus 2021 / 15:20 WIB
Bank Dunia sarankan RI turunkan threshold PKP untuk perluas basis pajak digital
ILUSTRASI. Bank Dunia sarankan RI turunkan threshold PKP untuk perluas basis pajak digital


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Bank Dunia atau World Bank menilai, Indonesia perlu menurunkan ambang batas (threshold) pengusaha kena pajak (PKP) untuk meningkatkan basis pajak dari aktivitas ekonomi digital. 

Seperti yang kita ketahui, threshold PKP yang berlaku di Indonesia saat ini mencapai Rp 4,8 miliar per tahun.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Satu Kahkonen menilai, ambang batas ini terlalu besar dan perlu ditinjau ulang. Bahkan, ia menyebut Indonesia terlalu murah hati. 

“Ini berarti para pengusaha yang penghasilannya di bawah ambang batas tidak bisa dikenai pajak. Ini mempersempit basis pajak dan mendistorsi pajak, terutama di pajak digital. Apalagi, yang menjual barang di e-commerce (secara digital) kebanyakan perusahaan skala kecil,” ujar Kahkonen dalam laporannya seperti dikutip Minggu (1/8). 

Baca Juga: Pembiayaan baru Adira Finance naik 17,3% pada semester I, ini pendorongnya

Dengan demikian, Kahkonen memandang threshold PKP saat ini perlu dievaluasi ulang sehingga tak hanya meningkatkan basis pajak, tetapi menciptakan level playing field. 

Ke depan, Kahkonen memandang prospek perekonomian digital bisa manis. Pertumbuhannya berpotensi pesat seiring dengan peningkatan digitalisasi. Bahkan, ini juga sudah terlihat saat pandemi Covid-19 melanda, hampir semua kegiatan dilakukan dengan memanfaatkan platform digital. 

Seperti belanja online. Ia memperkirakan, e-commerce akan tumbuh 54% pada tahun 2020 dengan nilai penjualan mencapai US$ 32 miliar. Ini bahkan berbanding terbalik dengan konsumsi rumah tangga yang terkontraksi 2,6% yoy pada tahun 2020. 

Kekhawatirannya, seiring berjalannya waktu dan berkembang pesatnya digitalisasi, batas antara ekonomi digital dan ekonomi konvensional akan semakin kabur. Makanya, pemerintah dipandang perlu untuk melakukan reformasi perpajakan di bidang digital ini dengan benar. 

Baca Juga: Ditjen Pajak luncurkan aplikasi M-Pajak dan buku reformasi perpajakan

Namun, secara keseluruhan, desain dan implementasi reformasi perpajakan digital ini harus diarahkan pada prinsip pemerataan, efisiensi, dan kesederhanaan, atau yang cocok dengan Indonesia. Yang penting, ini bisa membantu pemerintah dalam menarik pendapatan, yang sempat tekor akibat pandemi Covid-19. 

Dan yang terpenting, adanya reformasi pajak digital ini diharapkan mampu menciptakan keadilan dan kesetaraan sehingga tidak akan mendistorsi keputusan bisnis tentang cara beroperasi dan tidak boleh mengubah pilihan konsumen untuk melakukan aktivitas konsumsi. 

“Seperti apakah konsumen harus membeli dari supermarket atau hipermarket? Atau dari pasar online atau dari sosial media? Sistem perpajakan ini nantinya harus adil dan setara, dan dikelola dengan beban minimum untuk semua,” tandas Kahkonen. 

Selanjutnya: Catat, 3 insentif pajak ini hanya diberikan kepada 5 sektor usaha tertentu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×