kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bank Dunia mencatat kemudahan berbisnis di Indonesia tak mengalami kemajuan


Kamis, 24 Oktober 2019 / 20:56 WIB
Bank Dunia mencatat kemudahan berbisnis di Indonesia tak mengalami kemajuan


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Bank Dunia melaporkan peringkat kemudahan berbisnis atau Ease of Doing Business (EODB) Indonesia stagnan atau tetap berada pada ranking ke-73. 

Kendati begitu, dalam laporan Doing Business 2020 yang dirilis hari ini, Kamis (24/10), skor kemudahan berbisnis Indonesia naik menjadi 69,6. 

Kemajuan yang menjadi catatan Bank Dunia terhadap Indonesia dalam hal kemudahan berbisnis terdapat pada sejumlah aspek. Asal tahu, penilaian EODB Indonesia dilakukan di Jakarta dan Surabaya dengan porsi penilaian masing-masing 78% dan 22%. 

Baca Juga: Perbaikan administrasi SPT tingkatkan peringkat pembayaran pajak

Pada aspek starting a business, Indonesia khususnya Jakarta dinilai telah menerapkan sistem melalui platform online untuk perizinan atau lisensi bisnis, serta menggunakan dokumen elektronik ketimbang dokumen kertas (hard-copy paper). 

Selanjutnya, kemajuan juga terlihat pada aspek getting electricity di Surabaya. Bank Dunia menilai renovasi dan peningkatan pemeliharaan jaringan listrik, serta kapasitas pembangkit yang lebih tinggi membuat sambungan listrik lebih cepat. 

Bank Dunia juga mengapresiasi perkembangan sistem perpajakan atau aspek paying taxes yang berlaku di Jakarta dan Surabaya. 

"Indonesia mempermudah pembayaran pajak dengan menerapkan sistem pengarsipan dan pembayaran online untuk pajak-pajak utama. Reformasi ini berlaku untuk Jakarta dan Surabaya,” terang Bank Dunia dalam laporan itu.

Baca Juga: Kemenkeu sebut riset Legatum Institute ketingalan zaman

Pada aspek  trading across borders, kemajuan serupa juga menjadi nilai tambah bagi Indonesia. Bank Dunia melihat perdagangan lintas batas di Jakarta dan Surabaya menjadi lebih mudah seiring dengan proses deklarasi pabean ekspor yang menggunakan sistem online. 

Terakhir, Bank Dunia menilai adanya kemajuan pada aspek  enforcing contracts. Di mana Jakarta dan Surabaya dianggap telah mempermudah pelaksanaan kontrak dengan memperkenalkan sistem manajemen kasus elektronik untuk para penegak hukum.  

Namun, Indonesia masih memiliki kekurangan yang menjadi sorotan. Di antara negara dengan ekonomi berpenghasilan menengah ke bawah di Asia Timur dan Pasifik, Indonesia menjadi salah satu negara dengan peraturan ketenagakerjaan paling kaku, terutama terkait perekrutan tenaga kerja (hiring)

Baca Juga: Investasi hijau dan komitmen korporasi

Bank Dunia menyebut, Undang-Undang perlindungan tenaga kerja yang terlampau ketat dan kaku justru memberi dampak kotraproduktif terhadap penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. 

“Ketika merancang undang-undang ketenagakerjaan — khususnya yang mengatur perekrutan, penjadwalan kerja, dan redundansi — otoritas harus menimbang dampaknya terhadap perusahaan,” terang Bank Dunia. 

Bank Dunia bahkan mencontohkan, kenaikan 10% poin dalam upah minimum di Indonesia berdampak pada penurunan 0,8 poin persentase dalam pekerjaan rata-rata di provinsi tertentu.

Baca Juga: Kadin dukung formasi kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024

Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di negara berkembang terbeban untuk membayar upah minimum kepada pekerjanya. Sebab, rasio upah minimum terhadap pendapatan rata-rata terlalu tinggi jika dibandingkan dengan rasio pada negara-negara maju. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×