Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi
Selain itu, Bank Dunia juga melihat ada kendala bagi Indonesia dalam rantai perdagangan dunia disebabkan oleh tarif yang tinggi.
Terperinci, Aaditya mengungkapkan bahwa saat ini beban biaya inspeksi pra pengiriman Indonesia masih setara dengan 41 sen per dolar Amerika Serikat dari impor, selain itu ada juga beban biaya pemenuhan standard nasional Indonesia (SNI) sebanyak 29 sen, serta persetujuan impor sebanyak 13 sen.
Bahkan, pada tahun 2018, Bank Dunia menemukan bahwa lebih dari 60% nilai impor terkena dampak peraturan pelarangan impor. Ini meningkat cukup tajam dari tahun 2009 yang hanya mencatat sebanyak 20%.
Aaditya mengungkapkan kelemahan Indonesia dalam global value chain lainnya disebabkan oleh tingginya biaya transportasi yang disebabkan oleh rumitnya peraturan. Hal ini tercermin dari proses preclearance dan clearance untuk impor Indonesia yang memakan waktu 200 jam atau lima kali lipat lebih lama dibandingkan Malaysia.
Baca Juga: World Bank cuts Thailand 2020 GDP growth outlook to 2.7%
Selain itu, tingginya biaya transportasi juga disebabkan oleh distorsi harga pelabuhan (port pricing) yang tercermin dari biaya penggunaan fasilitas pelabuhan (port dues) di Tanjung Priok yang tercatat lima kali lipat lebih banyak dari port dues pelabuhan di Singapura dan 2,5 kali lipat dari pelabuhan di Yangon.
"Tak hanya itu, lembaga yang menjaga persaingan di Indonesia pun termasuk yang terlemah di dunia," tambah Aaditya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News