kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.412.000   -13.000   -0,54%
  • USD/IDR 16.645   2,00   0,01%
  • IDX 8.612   -5,26   -0,06%
  • KOMPAS100 1.185   -4,75   -0,40%
  • LQ45 849   -5,56   -0,65%
  • ISSI 307   1,40   0,46%
  • IDX30 438   -1,12   -0,26%
  • IDXHIDIV20 508   -0,68   -0,13%
  • IDX80 132   -0,67   -0,50%
  • IDXV30 139   -0,07   -0,05%
  • IDXQ30 139   -0,10   -0,07%

Banjir Sumatera-Aceh: Pakar Hukum Ungkap Potensi Pidana Lingkungan


Rabu, 03 Desember 2025 / 15:07 WIB
Banjir Sumatera-Aceh: Pakar Hukum Ungkap Potensi Pidana Lingkungan
ILUSTRASI. Banjir Sumatera-Aceh: Pakar Hukum Ungkap Potensi Pidana Lingkungan


Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - Jakarta. Bencana banjir yang melanda Sumatera dan Aceh sejak akhir November 2025 menimbulkan kerusakan parah dan korban jiwa. Banyak pihak menilai ada unsur pidana atas bencana banjir besar tersebut.

Memang, curah hujan ekstrem dan kondisi geografis adalah penyebab banjir. Namun, muncul dugaan bahwa aktivitas manusia seperti pembalakan liar turut memperparah dampak bencana.

Temuan tumpukan kayu gelondongan di sejumlah titik terdampak banjir menimbulkan spekulasi bahwa faktor antropogenik mungkin memiliki peran signifikan. Diskusi publik pun meluas, dari penanggulangan bencana hingga potensi pertanggungjawaban pidana.

Baca Juga: Menteri LHK: Puluhan Ribu Hektare Hutan Hilang di Aceh, Sumut, dan Sumbar

Bencana Alam Tidak Otomatis Mengandung Unsur Pidana

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menegaskan bahwa bencana alam pada dasarnya tidak serta merta mengandung unsur pidana.

“Kalau semata-mata bencananya saja, tidak ada unsur pidana. Tapi ketika muncul banyak kayu gelondongan, illegal logging bisa menjadi jalan masuk pengusutan pidana, terutama bagi pihak-pihak yang memanfaatkan kekayaan hutan,” ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (3/12/2025).

Menurut Fickar, keberadaan kayu-kayu yang terbawa arus bisa dianggap sebagai bukti permulaan yang cukup untuk memulai penyelidikan oleh aparat penegak hukum.

“Ya, itu bisa menjadi bukti permulaan untuk kerja hukum berupa penyelidikan, terutama untuk melacak para pelakunya,” tambahnya.

Tonton: Hashim Djojohadikusumo: Indonesia Tak Akan Hapus Penggunaan Energi Fosil!

Unsur Pidana Timbul Jika Ada Keterkaitan Sebab-Akibat

Unsur pidana baru bisa diterapkan apabila ada pembuktian hubungan sebab-akibat yang jelas antara aktivitas manusia—seperti penggundulan hutan ilegal—dengan terjadinya banjir bandang.

Pembuktian ini dapat dilakukan melalui:
- Temuan lapangan  
- Kajian ilmiah hydrologis & geospasial  
- Analisis rantai produksi kayu  

“Jika bisa dibuktikan sebab-akibat langsung, baik secara fakta maupun ilmu pengetahuan, bahwa bencana itu terjadi karena penggundulan hutan ilegal, maka unsur pidana dapat diterapkan,” tegas Fickar.

Baca Juga: Rosan Targetkan Investasi Rp 13.032 Triliun Hingga 2029, Demi Kejar Ekonomi Tumbuh 8%

Mengurai Tiga Unsur Hukum: Kelalaian, Kesengajaan, dan Pembiaran

Dalam perspektif hukum pidana lingkungan, ada tiga unsur utama yang menjadi dasar penyelidikan:

1. Kelalaian  
Dapat dikenakan pada pelaku usaha pemegang izin, termasuk pemilik Hak Pengusahaan Hutan (HPH), yang tidak mengelola wilayah konsesi sesuai ketentuan.

2. Kesengajaan  
Dikenakan pada pihak individu atau korporasi yang mengeksploitasi hutan tanpa izin. Aktivitas ini merupakan tindakan sadar dan terencana.

“Unsur kesengajaan bisa ditujukan kepada pihak-pihak yang tidak memiliki perizinan tapi terbukti memanfaatkan hasil hutan,” jelasnya.

3. Pembiaran  
Dapat dikenakan pada pejabat pemerintah yang memiliki otoritas pengawasan. Jika terbukti membiarkan praktik ilegal, pejabat dapat dijerat hingga ranah tindak pidana korupsi.

“Pembiaran bisa dijerat kepada aparatur yang punya otoritas dalam pemanfaatan hutan, bahkan bisa masuk ke tindak pidana korupsi,” ujar Fickar.

Baca Juga: OECD Singgung Program Makan Bergizi Gratis, Perlu Ada Pengendalian Biaya

Mengungkap Peran Korporasi dan Pejabat Negara

Untuk membuktikan keterlibatan korporasi atau pejabat pemerintah, penyidik dapat menelusuri jejak administratif berupa:
- Izin usaha kehutanan  
- Laporan keuangan dan aliran dana  
- Kepatuhan terhadap pembayaran pajak  
- Data transaksi kayu  
- Catatan konsesi dan pemanfaatan lahan  

“Indikatornya selain pada perolehan hasil yang terlihat, juga pada prosesnya,” kata Fickar.

Dengan demikian, penanganan bencana tidak hanya menitikberatkan pada sisi alamiah, tetapi juga tanggung jawab manusia dan institusi yang berpotensi memperburuk dampak bencana.

Sumber: https://www.kompas.com/tren/read/2025/12/03/120000565/ada-unsur-pidana-di-balik-banjir-sumatera-dan-aceh-ini-analisis-pakar-hukum?page=all#page2.

Garuda Indonesia Pangkas Gaji Direksi 10 Persen demi Efisiensi

Selanjutnya: Uni Eropa Sepakati Penghentian Impor Gas Rusia Secara Bertahap hingga 2027

Menarik Dibaca: Promo Alfamart Personal Care Fair 1-15 Desember, Garnier-Scarlett Diskon sampai 45%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×