Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi Februari 2017 sebesar 0,23%. Ini setelah mencatat deflasi pada Februari 2015 dan 2016 yang masing-masing sebesar 0,26% dan 0,09%.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kenaikan tarif listrik untuk pelanggan 900 volt ampere (VA) pada Januari 2017 masih mengerek inflasi bulan Februari. Sementara bahan makanan justru menjadi penghambat inflasi Februari 2017.
Catatan BPS, pada kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar tercatat inflasi 0,75% dengan andil 0,17%. Penyebab utamanya yaitu kenaikan tarif listrik 900 VA untuk pelanggan pasca bayar.
"Kenaikan tarif listrik andil inflasinya 0,11%," kata Suhariyanto, Rabu (1/3).
Sementara kelompok pengeluaran bahan makanan tercatat deflasi 0,31% dengan andil 0,91%. Penyebabnya, harga cabai merah yang turun 5,7%, daging ayam turun 6,1%, telur ayam turun 4,3%, dan beras turun 0,15%. Sementara harga cabai merah dan bawang merah masih meningkat.
"Ini merupakan upaya capaian yang sangat bagus, biasanya bahan makanan pergerakannya luar biasa dan menyebabkan inflasi," tambahnya.
Sementara kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau tercatat inflasi 0,39% dengan andil inflasi 0,07%m terutama disebabkan oleh kanaikan rokok kretek dan rokok kretek filter dengan andil masing-masing 0,01%.
Untuk kelompok sandang, tercatat mengalami inflasi 0,52% karena kenaikan harga emas perhiasan. Kelompok kesehatan mengalami inflasi 0,26%. Kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami inflasi 0,08%.
Sedangkan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami inflasi 0,15%. Namun BPS mencatat sektor transportasi, khususnya harga tiket angkutan udara mengalami penurunan 5,06%.
Dengan demikian, harga yang diatur pemerintah pada Februari 2017 mengalami inflasi 0,58%. Sementara harga yang bergejolak mengalami deflasi 0,36%. Dan inflasi inti tercatat 0,37%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News