kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aturan perlindungan data penduduk kian mendesak


Senin, 15 Juni 2020 / 07:50 WIB
Aturan perlindungan data penduduk kian mendesak


Reporter: Fahriyadi, Ratih Waseso | Editor: Fahriyadi .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perlindungan data pribadi menjadi salah satu isu yang menjadi perhatian serius masyarakat di era digital. Kebocoran, pencurian, hingga adanya jual beli data menjadi kekhawatiran masyarakat.

Di tengah kekhawatiran ini, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) justru rajin melakukan kerjasama dan meneken nota kesepahaman dengan instansi lain untuk bisa mengakses dan memanfaatkan data kependudukan Indonesia.

Yang teranyar, Kemdagri meneken perjanjian kerjasama dengan 13 Perusahaan Swasta, yang diantaranya yaitu PT Pendanaan Teknologi Nusa (Pendanaan.com), PT Digital Alpha Indonesia (UangTeman) dan PT Ammana Fintek Syariah (Ammana) bergerak di bidang penyedia jasa pinjaman (fintech) pada Jumat (12/6).

Pemberian hak akses verifikasi pemanfaatan data kependudukan itu memang ada dasarnya. Pasal 79 dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 24/2013 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) membolehkannya.

Data kependudukan dari Kemdagri ini dimanfaatkan untuk semua keperluan. Antara lain urusan pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, dan penegakan hukum dan pencegahan kriminal.

Direktur Jenderal Dukcapil Kemdagri Zudan Arif Fakrulloh mengungkapkan, khusus bagi industri fintech yang memiliki risiko tinggi pinjaman fiktif, pemanfaatan data kependudukan, Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan KTP elektronik tersebut merupakan suatu kemajuan. Sebab selama ini proses identifikasi konsumen dilakukan secara jarak jauh.

Oleh karena itu, "Kerjasama ini dapat mencegah kejahatan, mencegah data masyarakat digunakan orang lain, dan mencegah kerugian yang lebih besar dari lembaga fintech," tutur Zudan saat dihubungi KONTAN, Minggu (14/6).

Ribuan institusi

Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar menyebutkan,  ada lebih dari 1.300 institusi dan lembaga yang punya kerjasama dengan Kemdagri. "Ini sebenarnya yang jadi kekhawatiran masyarakat, akses data seperti apa yang diizinkan oleh Kemdagri, karena masyarakat tak pernah tahu isi nota kesepahaman tersebut," kata Wahyudi kepada KONTAN, kemarin.

Menurut dia, selama belum ada Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi (PDP), data masyarakat yang bisa diakses pihak lain menjadi sebuah ancaman. Salah satu kekeliruan yang dilakukan Kemendagri sejauh ini dalam kerjasama dengan berbagai pihak soal akses data kependudukan adalah hanya mengacu pada Undang-Undang (UU) Administrasi Kependudukan dan aturan turunannya.

Padahal, urusan data harus memperhitungkan pula kehadiran UU No 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Juga ada PP  No 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).

Staf Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Rio Priambodo menambahkan,  kabar perusahaan fintech dapat hak untuk mengakses data Dukcapil merupakan suatu langkah yang sudah melampaui batas. Karena itulah selama belum ada UU perlindungan data pribadi sangat berisiko tinggi data konsumen di salah gunakan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×