Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan beberapa perusahaan finansial teknologi (tekfin) atau pinjaman online (pinjol) sudah meneken nota kesepahaman. Kemendagri akan memberikan akses data kependudukan ke perusahaan pinjol, seperti PT Digital Alpha Indonesia alias UangTeman.
Lalu ada PT Pendanaan Teknologi Nusa atau pendanaan.com, dan PT Ammana Fintek Syariah. Lalu, PT Visionet Internasional (OVO), PT Astrido Pasific Finance, dan PT Commerce Finance (ShopeePayLater).
Dengan nota kesepahaman ini ada kekhawatiran bahwa data penduduk masyarakat rawan disalahgunakan.
Direktur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar menyebut, nota kesepahaman oleh Kemendagri dan lembaga pemerintah dan swasta untuk mengakses data kependudukan (KTP-elektronik) bukanlah hal yang baru. Menurutnya, ada lebih dari 1.300 institusi dan lembaga yang punya kerjasama dengan Kemendagri.
“Ini sebenarnya yang jadi kekhawatiran masyarakat, akses data seperti apa yang diizinkan oleh Kemendagri, karena masyarakat tak pernah tahu isi nota kesepahaman tersebut," kata Wahyudi kepada kontan.co.id, Minggu (14/6).
Menurut dia, selama belum ada Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi (PDP), maka data masyarakat yang bisa diakses oleh pihak lain menjadi sebuah ancaman.
Dia bilang salah satu kekeliruan yang dilakukan Kemendagri sejauh ini dalam kerjasama dengan berbagai pihak soal akses data kependudukan adalah hanya mengacu pada Undang-Undang (UU) No 23 Tahun 2006 tentang Administasi Kependudukan dan aturan turunannya, yakni Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan UU 23/2006 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 102 Tahun 2019 tentang Pemberian Hak Akses dan Pemanfaatan Data Kependudukan.
Padahal, semestinya Kemendagri juga memperhitungkan adanya UU No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan PP No.71 Tahun 2019 tentang Penye;enggara Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) yang erat kaitannya dengan penggunaan data kependudukan.
Wahyudi mengingatkan, UU Perlindungan Data Pribadi sangat mendesak karena dengan begitu banyaknya instansi pemerintah dan swasta yang mengakses data kependudukan. Apalagi, Kemendagri selaku pengendali data belum melaksanakan audit pengelolaan data oleh pihak yang diajak bekerja sama selama ini.
“Bila ada perlindungan data, pemilik data pribadi bisa memanyakan, siapa saja instansi yang bisa mengakses data mereka,” ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News