Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Amerika Serikat (AS) dan China terancam mengalami stagflasi, yaitu kondisi di mana tingkat inflasi melejit tetapi sebaliknya, pertumbuhan ekonomi melempem.
Analis Makroekonomi Bank Danamon Irman Faiz memandang, stagflasi yang dialami oleh kedua negara adidaya tersebut bila terjadi dalam jangka panjang, akan memengaruh pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Karena perlambatan ekonomi global akan menurukan volume perdagangan kita, apalagi dua negara tersebut adalah mitra dagang utama Indonesia,” kata Faiz kepada Kontan.co.id, Selasa (26/4).
Baca Juga: Lockdown di China dan Sikap Hawkish The Fed Diproyeksi Tekan Rupiah Besok (27/4)
Faiz pun memerinci. Pada tahun 2022, ia yakin pertumbuhan ekonomi akan tumbuh di kisaran 5,07% yoy atau lebih tinggi dari 3,69% yoy pada tahun 2021.
Menurut Faiz, kinerja manis pertumbuhan ekonomi masih didukung oleh harga komoditas yang mumupuni sehingga mendukung kinerja neraca perdagangan Indonesia dan bermuara pada kinerja pertumbuhan yang lebih apik.
Sedangkan pada tahun 2023, ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan tumbuh di kisaran 5,14% yoy. Namun, bila ketidakpastian akan berlanjut, maka pertumbuhan bisa kurang dari itu.
Baca Juga: Cermati Pergerakan IHSG Menjelang Libur Panjang Lebaran
“Bila masalah suplai tidak bisa teratasi, ini akan berdampak signifikan ke penerimaan ekspor yang turun sehingga menghambat pertumbuhan domestik,” tandas Faiz.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News