Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengapresiasi langkah pemerintah dalam memberikan paket stimulus untuk mencegah potensi penurunan kinerja industri manufaktur yang lebih lanjut pada 2025.
Sebagai pengingat, pemerintah baru-baru ini menyiapkan 15 paket kebijakan ekonomi 2025 untuk meredam efek kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.
Kebijakan stimulus ini menyasar untuk rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hybrid, diskon tarif listrik, serta sektor perumahan.
Baca Juga: Gapensi Berharap Pemerintah Kucurkan Insentif Fiskal Guna Hadapi Kenaikan PPN 12%
Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani mengatakan, stimulus-stimulus ini lebih bersifat safety net yang ditujukan untuk menahan penurunan kinerja sektor manufaktur nasional agar tidak jatuh ke level yang lebih dalam. Sebagian besar stimulus ini dialokasikan untuk konsumen dengan harapan penurunan daya beli tidak terjadi lebih parah.
Sebagai contoh, pemerintah menggelontorkan insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk konsumsi produk tertentu seperti properti perumahan dan kendaraan listrik. Insentif ini tentu bermanfaat untuk mengungkit konsumsi di masyarakat.
Namun, Apindo menyebut, stimulus-stimulus fiskal ini hanya akan menciptakan pertumbuhan konsumsi domestik yang lebih tinggi jika daya beli kelas menengah dan jumlah penduduk kelas menengah meningkat.
"Masalahnya, saat ini kelas menengah tidak punya tabungan yang berlebih untuk mendukung pengeluaran yang bersifat non kebutuhan pokok atau pengeluaran investasi," ujar Shinta, Minggu (22/12).
Baca Juga: Kepala Bapanas Tegaskan Beras Premium Tidak Dikenakan PPN 12%
Ditambah lagi, potensi pertumbuhan pendapatan penduduk kelas menengah cenderung rendah karena pertumbuhan sektor usaha formal yang lebih lambat dibandingkan sektor usaha informal semenjak pandemi.
Alhasil, kemungkinan besar stimulus-stimulus tersebut berpotensi menimbulkan stagnansi permintaan pasar dalam negeri terhadap produk manufaktur nasional.
Apindo juga menilai, stimulus yang bersifat safety net ini kemungkinan memiliki dampak yang terbatas bagi pelaku usaha sektor manufaktur.
Berdasarkan pengalaman pada saat pandemi Covid-19 lalu, stimulus dari pemerintah kerap kali tidak mudah diklaim pelaku usaha karena berbagai isu, termasuk kurangnya sosialisasi dan birokrasi yang rumit.
"Oleh karena itu, kami berharap pemerintah terbuka untuk mengevaluasi kebijakan stimulus ini, khususnya dari sisi implementasi di lapangan agar tidak hanya tepat sasaran, tapi juga efektif memberikan perubahan terhadap kinerja sektor manufaktur yang ditargetkan," ungkap Shinta.
Apindo juga berharap tidak hanya berhenti pada paket stimulus yang disampaikan pekan lalu.
Baca Juga: Mulai Minggu Depan Barang Ini Kena PPN 12%, Beban Masyarakat Diprediksi Bertambah
Dalam hal ini, pemerintah secara paralel diharapkan terus fokus pada pembenahan iklim usaha atau investasi industri manufaktur, khususnya pada aspek-aspek yang dapat menciptakan peningkatan efisiensi beban usaha, efisiensi rantai pasok manufaktur di dalam dan luar negeri, serta peningkatan kepastian iklim usaha manufaktur secara umum lewat reformasi birokrasi.
Selain itu, upaya-upaya untuk meningkatkan daya saing ekspor manufaktur nasional seperti fasilitasi pembiayaan ekspor yang terjangkau, asistensi peningkatan kualitas produk, diversifikasi pasar dan produk ekspor, hingga penyelesaian perjanjian dagang bebas dengan mitra dagang strategis perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah.
Selanjutnya: Banyak Tantangan, Ancol Geber Pendapatan di Liburan Natal dan Tahun Baru
Menarik Dibaca: Harga Bitcoin Tergelincir 12% Menjauh dari Rekor Puncak, Sinyal Rebound?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News