Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang tahun politik, arah anggaran belanja Presiden Joko Widodo mulai sedikit bergeser. Memang, alokasi dana proyek infrastruktur makin besar. Namun, alokasi subsidi dan bantuan sosial juga meningkat. Pendek kata, tahun depan pemerintah mengisyaratkan ekspansif di bidang infrastruktur, sekaligus lebih populis di mata publik.
Itulah gambaran yang tampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang disahkan DPR, kemarin. Tahun depan, anggaran infrastruktur dipatok sebesar Rp 410,7 triliun. Jumlah itu naik sekitar 2,39% dari APBNP 2017 yang senilai Rp 401,1 triliun. Kenaikan anggaran infrastruktur itu di bawah kenaikan alokasi serupa di APBN-P 2017 yang naik 6,14% dibanding dengan APBNP 2016.
Sebaliknya, anggaran sosial dan subsidi tahun 2018 sebesar Rp 283,7 triliun, naik 3,65% dibandingkan dengan APBN Perubahan 2017. Pemerintah dan DPR sudah menetapkan alokasi pengucuran anggaran sosial dan subsidi ini. Misalnya, jatah subsidi mencapai Rp 145,5 triliun, Program Keluarga Harapan (PKH) mendapat senilai Rp 17,3 triliun, alokasi Program Indonesia Pintar sekitar Rp 10,8 triliun.
Program Jaminan Nasional Kesehatan (JKN) warga miskin mendapat alokasi sekitar Rp 25,5 triliun, bantuan pangan senilai Rp 20,8 triliun, Bidik Misi senilai Rp 4,1 triliun. Adapun jatah anggaran Dana Desa mencapai Rp 60 triliun.
Namun Menteri Keuangan Sri Mulyani menepis penilaian bahwa APBN 2018 lebih populis. Menurutnya, APBN adalah instrumen menyejahterakan rakyat. Apalagi fokus Pemerintahan Jokowi sesuai Nawa Cita adalah pemerataan pembangunan dan kesejahteraan. "PKH itu sudah ada sebelum tahun politik. Tetapi tidak dianggap populis. Menjelang pemilu, baru dianggap populis," tandasnya, Rabu (25/10).
Menko Ekonomi Darmin Nasution juga membantah jika APBN 2018 lebih populis. "Kalau dibilang, apakah kami menyamakan (anggaran sosial) dengan tahun politik, tidak juga," katanya ke KONTAN.
Ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistianingsih bilang, APBN yang populis digunakan pemerintah untuk mengejar target kesejahteraan sosial, terutama ketimpangan masyarakat. "Harapannya, ini menjadi buffer kelompok menengah ke bawah," jelasnya.
Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi menilai positif alokasi dana sosial yang lebih besar di APBN 2018. Belanja sosial bisa menaikkan daya beli masyarakat yang pada gilirannya berdampak positif bagi ekonomi dalam negeri. Daya ungkit konsumsi bahkan bisa lebih besar dibanding dengan ekspansi infrastruktur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News