Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Metode yang dilakukan oleh oknum yang disinyalir dari Bintara Pembina Desa (Babinsa) dengan melakukan pendataan pemilih mirip dengan metode yang dilakukan oleh lembaga survei. Meski begitu, Babinsa bukanlah lembaga survei, pun tidak tercatat dalam lembaga yang dibolehkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan hal sejenis.
Menurut catatan KPU, lembaga survei yang sudah terdaftar dan berhak melakukan kegiatan survei pada pemilihan umum presiden tahun ini ada 56. Tidak ada nama Babinsa dalam daftar KPU yang dapat diakses publik dalam situs resminya itu.
Keikutsertaan Babinsa dalam proses pendataan sempat terekspos ketika warga di Jakarta Pusat mendapati oknum Babinsa mendata dan mengarahkan masyarakat untuk memilih calon presiden Prabowo Subianto pada 9 juli mendatang. Masyarakat setempat geram dengan ulah oknum Babinsa tersebut.
Informasi saja, Babinsa adalah binaan TNI ditingkat bawah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Adapun tugas pokoknya adalah melakukan penyuluhan tentang bela negara hingga pembinaan generasi muda.
Meski begitu, Babinsa juga sering menjadi ujung tombak informasi di satuan TNI, khususnya TNI AD. Menurut situs www.tni.mil.id, Babinsa adalah ujung tombak komando kewilayahan yang setiap saat bersentuhan langsung dan berada di tengah-tengah masyarakat.
Keterlibatan Babinsa bahkan dikhawatirkan dapat mengembalikan kenangan suram era orde baru, ketika itu negara berperan dan mengawasi pilihan dalam pemilihan umum hingga mengawasi aktivitas masyarakat.
Lalu, untuk apa Babinsa terlibat dalam pendataan pemilih? Jika benar mereka mengarahkan masyarakat memilih capres tertentu apakah ini artinya Babinsa dapat dikendalikan oleh kepentingan diluar kepentingan negara? Kemudian, karena bukan lembaga survei apa kepentingan Babinsa melakukan pendataan? Terakhir, bagaimana dengan netralitas TNI paska reformasi yang dilarang ikut dalam kegiatan politik? (Fidel Ali Permana)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News