Penulis: Virdita Ratriani
KONTAN.CO.ID - Demo buruh atau demo Omnibus Law 2020 akan dilaksanakan selama tiga dimulai besok, Selasa (6/10/2020). Hal itu dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja.
Sebelumnya, substansi Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau omnibus law telah disepakati oleh pemerintah bersama dengan Badan Legislasi DPR RI. Langkah selanjutnya, RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja akan dibawa ke Rapat Paripurna untuk pengambilan keputusan dan mendapatkan pengesahan.
“RUU Cipta Kerja akan mendorong reformasi regulasi dan debirokratisasi, sehingga pelayanan pemerintahan akan lebih efisien, mudah, dan pasti, dengan adanya penerapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) dan penggunaan sistem elektronik”, ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato dalam keterangan resmi, Minggu (4/10).
Menko Airlangga menambahkan, selama ini masalah yang kerap menghambat peningkatan investasi dan pembukaan lapangan kerja, antara lain proses perizinan berusaha yang rumit dan lama, persyaratan investasi yang memberatkan, pengadaan lahan yang sulit. Lantas, omnibus law itu apa?
Baca Juga: Ada demo di sekitar gedung DPR, perhatikan pengalihan arus lalu lintas berikut
Apa itu Omnibus Law?
Dikutip dari laman resmi DPR RI, istilah omnibus berasal dari bahasa latin yang berarti untuk semuanya. Sementara makna omnibus law adalah satu undang-undang yang sekaligus merevisi beberapa undang-undang untuk menyasar isu besar di sebuah negara.
Omnibus law yang dikenal dengan UU sapu jagat ini dimaksudkan untuk merampingkan dan menyederhanakan berbagai regulasi agar lebih tepat sasaran. Omnibus law itu akan mengubah puluhan UU yang dinilai menghambat investasi, termasuk di antaranya UU Ketenagakerjaan. Setidaknya, ada 74 UU yang terdampak UU ini.
Selain itu, omnibus law juga dikenal dengan omnibus bill. Omnibus bill artinya sebuah RUU yang terdiri dari sejumlah bagian terkait tetapi terpisah yang berupaya untuk mengubah dan/atau mencabut satu atau beberapa undang-undang yang ada dan/atau untuk membuat satu atau beberapa undang-undang baru.
Omnibus law sendiri hal lazim di negara-negara common law dan kurang dikenal di negara bersistem civil law seperti Indonesia. Di Amerika Serikat, omnibus law telah digunakan sebagai UU lintas sektor.
Sedangkan awal gagasan omnibus law sebenarnya dari kekecewaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lantaran minimnya investasi di Indonesia. Padahal investasi merupakan salah satu penggerak ekonomi terutama di era ekonomi digital. Salah satu prediksi Jokowi, regulasi, biroktasi, dan hukum yang berbelit membuat investasi tidak menarik.
Baca Juga: KSPI ungkap 7 alasan tolak omnibus law cipta kerja dan lakukan mogok nasional
Isi RUU Cipta Kerja
Setelah melewati perdebatan yang cukup ramai, klausul tambahan yang diusulkan pemerintah pada akhirnya bisa diterima DPR. Maka, sejumlah klausul baru pun masuk ke dalam klaster ketenagakerjaan dalam isi RUU Cipta Kerja (Ciptaker) tersebut.
Pemerintah menyebutkan terdapat tujuh substansi pokok perubahan Undang-Undang (UU) nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law. Dirangkum dari pemberitaan Kontan.co.id dan Indonesia.go.id, berikut ada 7 poin perubahan UU Ketenagakerjaan dalam omnibus law atau isi RUU Cipta Kerja:
Pertama, terkait waktu kerja. Selain waktu kerja yang umum (paling lama 8 jam/hari dan 40 jam/minggu), RUU cipta kerja ini juga mengatur tentang waktu kerja untuk pekerjaan yang khusus, seperti pekerjaan yang dapat kurang dari 8 jam/hari misalnya pekerjaan paruh waktu dan ekonomi digital atau pekerjaan yang melebihi 8 jam/hari seperti migas, pertambangan, perkebunan, dan pertanian
Kedua, terkait tenaga kerja asing (TKA). Pemerintah menyebut tidak akan membuka semua jenis pekerjaan untuk TKA, akan tetapi hanya untuk TKA ahli yang memang diperlukan untuk kondisi tertentu seperti untuk darurat, vokasi, dan peneliti.
Baca Juga: KSPI pastikan mogok kerja akan dilakukan di lingkungan perusahaan
Ketiga, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Pekerja kontrak belum diberikan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap. Perkembangan teknologi digital dan revolusi industri 4.0 menimbulkan jenis pekerjaan baru yang bersifat tidak tetap dan membutuhkan pekerja untuk untuk jangka waktu tertentu (pekerja kontrak).
Pemerintah ingin ada kepastian disini untuk PKWT. Pekerja kontrak diberikan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap antara lain dalam hal upah, jaminan sosial, perlindungan K3 termasuk kompensasi pengakhiran hubungan kerja.
Keempat, alih daya (outsourcing). Pemerintah menyebut, pengusaha alih daya wajib memberikan hak dan perlindungan yang sama bagi pekerjanya baik sebagai pekerja kontrak maupun pekerja tetap, antara lain dalam hal upah, jaminan sosial dan perlindungan K3.
Kelima, upah minimum. Upah minimum tidak dapat ditangguhkan, kenaikan upah minimum menggunakan formulasi pertumbuhan ekonomi daerah dan produktivitas, basis upah minimum pada tingkat provinsi dan dan dapat ditetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu dan upah untuk UMKM tersendiri.
Baca Juga: Empat serikat buruh ini menolak aksi mogok terkait pengesahan RUU Cipta Kerja
Keenam, penyesuaian perhitungan besaran pesangon PHK, menambahkan program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP). Terkait pesangon PHK, di UU 13/2003, pemberiannya sebanyak 32 kali upah dan dinilai sangat memberatkan pelaku usaha, dan mengurangi minat investor untuk berinvestasi.
Di RUU Ciptaker diatur terkait penyesuaian perhitungan besaran pesangon PHK dan menambahkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Ketujuh, program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP). Pemerintah menyebut hal ini belum diatur dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Hal ini dinilai perlu terlebih disaat kondisi pandemi covid-19. Pemerintah mengatakan, perlindungan pekerja yang terkena PHK dengan manfaat JKP berupa cash benefit, vocational training, dan job placement access.
Pekerja yang mendapat JKP tetap akan mendapatkan jaminan sosial lainnya yang berupa jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), jaminan pensiun (JP), jaminan kematian (Jkm), dan jaminan kesehatan nasional (JKN).
Selanjutnya: Pandemi covid-19, serikat buruh diminta tak lakukan demonstrasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News