kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Anies: Kembali ke kurikulum 2006 bukan kemunduran


Senin, 08 Desember 2014 / 13:32 WIB
Anies: Kembali ke kurikulum 2006 bukan kemunduran
ILUSTRASI. Kacang hitam bermanfaat menurunkan kolesterol.


Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah, Anies Baswedan membantah tudingan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, yang menilai kebijakan kembali pada Kurikulum 2006 adalah langkah mundur.

"Enggak! Insya Allah enggak ada kemunduran," tegas Anies menanggapi tudingan M Nuh, di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin (8/12).

Menurut Anies, kurikulum berubah tidak otomatis kualitas pendidikan meningkat. Tapi kalau kualitas guru meningkat, maka kualitas pendidikan meningkat.

Apalagi kementerian yang dipimpinnya, tidak menemukan dokumen yang menjelaskan alasan kenapa kurikulum 2006 harus diubah.

"Sehingga kok langsung harus diubah. Dokumennya mana? Kajian akademiknya mana yang menunjukkan kurikulum 2006 bermasalah sehingga harus sesegera mungkin diganti. Itu enggak ketemu. Kalau itu ketemu kita tahu letak kelemahannya. Jadi kurikulum 2013 adalah perbaikan atas kurikulum kelemahan itu," tegasnya.

Selain itu, masukan dari lapangan baik guru dan murid serta orangtua murid mengenai masalah-masalah mengenai kurikulum 2013.

"Karena guru yang belum siap itu membuat beban belajar berpindah ke siswa," kritiknya.

Karena itu, Anies Baswedan menghentikan kurikulum 2013 dan memutuskan kembali ke kurikulum 2006 mulai semester genap tahun ajaran 2014-2015.

"Mulai kembali ke kurikulum 2006 di semester genap," tegas Anies.

Menurut Anies, yang menjadi masalah dari kurilulum 2013 adalah ketika proses pengembangan belum tuntas, lalu dilaksanakan di seluruh sekolah memunculkan masalah.

"Jadi persoalannya bukan kurikulumnya boleh diganti atau tidak. Memang harus selalu berkembang. Tapi ketika implementasi terlalu terburu-buru di situ masalah. Bahkan, saya garis bawahi, substansinya pun itu masih harus dievaluasi," jelasnya.

Apalagi, katanya, sepekan menjelang pelantikan Presiden baru pada 14 Oktober lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan peraturan nomor 159 yang meminta agar dievaluasi kesesuaian antara ide dengan desain. Demikian juga antara desain dengan dokumen. Begitu pula antara dokumen dengan impelementasinya.

"Jadi di sisi konsepnya pun belum dievaluasi tapi sudah dilaksanakan di 208 ribu sekolah. Jadi ini masalahnya bukan perubahan kurikulum itu boleh atau tidak. Ini masalahnya perubahan belum tuntas tapi sudah dilaksanakan," tegasnya.

Jadi menurut Anies, masalahnya banyak sekali. Khususnya, kurikulum itu bagaimana pelaksanaan di lapangan.

"Karena ujungnya yang melaksanakan itu guru. Kalau guru belum siap, sekolah belum siap, lalu dipaksakan muncul masalah seperti sekarang," tuturnya.

Dia juga menegaskan, menyadari mengembalikan kurikulum 2006 bakal membawa dampak. Tapi, karena penerapan kurikulum 2013 masih belum bertahun tahun, dampaknya sangat minimal.

"Karena kurikulum dilaksanakan terburu-buru jadi masalah. Dan jika dilanjutkan terus lebih masalah. Kalau dihentikan tentu ada masalah, tapi minimal ini cut cost. Kalau diteruskan ongkosnya akan lebih mahal untuk anak-anak kita," tandasnya.

Sebelumnya, Nuh menilai kebijakan Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah kembali pada Kurikulum 2006 adalah langkah mundur. Kurikulum 2013 secara substansi dinilainya tidak ada masalah.

"Kalau ada masalah teknis, mestinya dicarikan solusi perbaikannya, bukan balik ke belakang sebab KTSP secara substansi ada kekurangan dan secara teknis juga perlu penyiapan lagi," kata Nuh di Surabaya, Minggu (7/12).

Nuh menjelaskan, bukti Kurikulum 2013 tidak ada masalah secara substansi adalah dengan tetap diberlakukannya untuk 6.221 sekolah. Jika ada masalah, kata dia, maka tentu tidak akan dipakai sama sekali.

"Untuk itu, mestinya, alternatifnya ya penerapannya tidak langsung 'dibajak' dengan dibatasi pada 6.221 sekolah itu, melainkan sekolah mana saja yang siap, ya dipersilakan menerapkannya, apakah siap secara mandiri atau siap berdasarkan penilaian pemerintah," katanya.

Selanjutnya, untuk sekolah-sekolah yang tidak siap akan "disiapkan" oleh pemerintah melalui pendampingan dan pelatihan sampai benar-benar siap. Penyiapan guru dan buku itu merupakan tugas pemerintah.

"Kalau kembali pada Kurikulum 2006 atau KTSP itu justru mundur, karena secara substansi belum tentu lebih baik, lalu butuh waktu lagi untuk melatih guru lagi (dengan KTSP) dan bahkan orang tua harus membeli buku KTSP," kata Nuh.

Menurut dia, Kemendikbud sudah pernah mengadakan UKG (uji kompetensi guru) untuk mengevaluasi penguasaan guru terhadap KTSP itu pada 2012. Ternyata, kata dia, nilai rata-rata adalah 45. Padahal Kurikulum 2006 itu sudah enam tahun berlaku.

"Jadi, kita perlu pelatihan guru lagi, padahal kita sudah melatih guru untuk Kurikulum 2013 dengan nilai UKG pada Kurikulum 2013 itu mencapai 71, meski tentu nilai 40 masih ada, tapi guru dengan nilai di atas 80 juga ada," katanya. (Srihandriatmo Malau)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×