kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Anggota DPR minta kenaikan cukai tidak tinggi


Senin, 28 Mei 2018 / 19:17 WIB
Anggota DPR minta kenaikan cukai tidak tinggi
ILUSTRASI. Ilustrasi Untuk Cukai Rokok


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, Andreas Eddy Susetyo, meminta pemerintah tidak menaikkan cukai rokok terlalu tinggi pada 2019 mendatang.

"Kita tahu bahwa dalam dua tahun ini, industrinya menurun. Karena itu, jangan sampai ada kenaikan cukai yang berlebihan sehingga kontraproduktif," ujar Andreas dalam keterangannya, Senin (28/5).

Menurut Andreas, pemerintah jangan hanya memikirkan soal penerimaan negara saja. Sebaliknya, pemerintah juga harus memperhatikan nasib tenaga kerja yang terlibat di dalam industri tembakau.

"Karena industri ini melibatkan tenaga kerja yang sangat besar. Ada sekitar 6 juta orang yang terlibat di dalam rantai industri tembakau," kata politikus dari Fraksi PDI Perjuangan ini.   

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI)  Sudarto, sependapat dengan Andreas. Kenaikan cukai yang terlampau tinggi dapat menyebabkan industri melemah, yang berujung pada buruh-buruh yang kehilangan mata pencahariannya.

"Sebaiknya pemerintah berhati-hati dalam menentukan kenaikan cukai. Hal ini mengingat dampak langsungnya adalah menurunnya kesejahteraan pekerja, dan bahkan kehilangan pekerjaan," ujarnya.

Dengan penerapan cukai yang tinggi, ia menjelaskan, pendapatan pabrikan-pabrikan rokok bisa terganggu. Kondisi tersebut dapat memicu para pabrikan rokok untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Kalau omzet turun, pengusaha yang pasti PHK para pekerjanya. Buruh rokok hanya dipandang sebagai alat, bukan aset oleh pemerintah,” tegasnya.

Dalam 5 sampai 8 tahun terakhir ini, Sudarto melanjutkan anggota RPMM yang terkena PHK lebih dari 55 ribu anggota. Angka itu belum termasuk dari buruh rokok di luar anggota RPMM. Sudarto pun pernah menyampaikan permasalahan ini kepada Presiden Joko Widodo.

"Berbagai kebijakan atau regulasi pemerintah yang berdampak langsung maupun tidak langsung kepada Industri Hasil Tembakau (IHT), efek dominonya pasti ke buruh rokok," tutur dia.

Sementara itu, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budidoyo, berpendapat pemerintah terlalu mengandalkan penerimaan dari cukai hasil tembakau. Padahal, ia melanjutkan, masih ada barang-barang yang dikenakan cukai.

“Pemerintah mestinya bisa mencari alternatif cukai, tembakau sudah ditekan naik. Mestinya cari cukai dari komoditi lain," kata Budidoyo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×