kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Anggaran Subsidi Terancam Bengkak Jadi Rp 700 Triliun Jika Harga Pertalite Tak Naik


Kamis, 25 Agustus 2022 / 06:15 WIB
Anggaran Subsidi Terancam Bengkak Jadi Rp 700 Triliun Jika Harga Pertalite Tak Naik


Reporter: Dendi Siswanto, Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih merumuskan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini proses evaluasi kenaikan harga Pertalite masih dilakukan oleh kementerian/lembaga terkait.

"Evaluasi sedang dilakukan dalam satu dua hari ini. Minggu ini kita akan melaporkan kepada bapak presiden,” kata Airlangga dalam konferensi pers dipantau dari Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (24/8).

Apabila harga BBM subsidi tidak dinaikkan maka akan memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menghitung, tanpa kebijakan kenaikan harga atau pembatasan subsidi, maka anggaran subsidi energi dan kompensasi bisa menambah Rp 198 triliun dari anggaran yang disetujui DPR, yaitu sebesar Rp 502 triliun. Sehingga anggaran subsidi energi dan kompensasi di tahun ini bisa jebol Rp 700 triliun.

Baca Juga: Soal Beban Anggaran Subsidi Energi, Ini Kata Ekonom Indef

Namun apabila pemerintah tetap menaikkan harga BBM subsidi dan subsidi energi tidak jadi membengkak, pemerintah juga masih harus memperbesar anggaran perlindungan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat agar tidak tergerus. 

Sri Mulyani mengatakan, pemerintah tidak dapat langsung menambah anggaran subsidi energi. Hal ini dikarenakan pemerintah tidak dapat menambah besaran subsidi jika tidak ada persetujuan dari DPR RI.  

Sehingga pemerintah masih akan menggunakan anggaran sebesar Rp 502 triliun yang telah disetujui DPR RI.

"Alokasinya sesuai dengan peraturan presiden itu, yang sudah di approve oleh DPR saja, sebanyak Rp 502 triliun, makanya kalau jumlahnya melebihi itu memang diperlukan keputusan untuk tahun ini atau diluncurkan tahun depan," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Rabu (24/8).

Bendahara Negara tersebut mengatakan, jika ternyata beban subsidi melebihi dari target yang telah ditentukan, maka anggarannya bisa berpotensi mundur di tahun depan. Namun, tentu saja APBN 2023 akan sangat berat karena harus menanggung beban subsidi yang ada di tahun ini.

"Kalau seandainya kemudian nanti ada tagihan yang lebih banyak, diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ya berarti meluncur di tahun 2023 dan membebani APBN 2023," ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata juga mengatakan, jika BBM subsidi tidak dinaikkan maka anggaran subsidi energi dan kompensasi bisa jebol hingga Rp 700 triliun. 

Namun, pemerintah masih akan menggunakan anggaran subsidi energi yang sebesar Rp 502 triliun.

"Cukup tidak cukup, itu anggaran yang diberi oleh DPR. Masalahnya memang kalau tidak ada kebijakan-kebijakan bisa naik sampai Rp 700 triliun," ujar Isa kepada awak media di Gedung DPR RI, Rabu (24/8).

Isa menyebut, untuk menambah anggaran subsidi energi juga harus melalui berbagai pertimbangan, salah satunya adalah dengan melihat kinerja penerimaan negara. Apabila penerimaan negara bagus, maka bisa saja untuk ditambah anggaran subsidi energi dan kompensasi.

Baca Juga: Kemenko: Ada Banyak Opsi Harga BBM yang Akan Disampaikan ke Presiden

"Tapi kalau kemudian penerimaan negara landai menjadi biasa-biasa saja, nambah lagi dari mana?," katanya. 

Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Wahyu Utomo mengatakan, kinerja perekonomian dan capaian APBN masih cukup baik, namun ketidakpastian global masih bersifat eskalatif.

Wahyu menyebut, APBN masih akan tetap berfungsi sebagai shock absorber untuk melindungi daya beli dan menjaga trend pemulihan ekonomi nasional. Namun, dirinya mengatakan keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan atau pun  menaikkan BBM subsidi juga berpengaruh kepada anggaran subsidi dan kompensasi serta program perlindungan sosial yang juga akan meningkat.

"Namun demikian, pemerintah juga menyadari subsidi dan kompensasi, belum sepenuhnya tepat sasaran," ujar Wahyu kepada Kontan.co.id, Rabu (24/8).

Oleh karena itu, Wahyu mengatakan, reformasi subsidi dan kompensasi yang tepat sasaran perlu dilakukan dengan tetap melindungi daya beli masyarakat miskin dan rentan serta dilakukan pada momentum yang tepat.

"Namun yang terpenting kesehatan APBN dan stabilitas perekonomian tetap di jaga," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×