Reporter: Irma Yani | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Pemerintah perlu segera bertindak menyikapi kenaikan harga minyak mentah dunia yang semakin melambung. Pasalnya, anggaran pendapatan belanja negara (APBN) dinilai hanya bisa menahan harga minyak maksimal mencapai kisaran US$ 90 per barel.
"Sebetulnya anggaran masih tahan dengan asumsi harga minyak itu berada pada US$ 80 per barel plus minus US$ 10 per barel. Kalau sudah di atas US$ 90 per barel, itu perlu ada revisi asumsi segera," kata Pengamat Ekonomi Universitas Atmajaya A. Prasentyantoko.
Selain itu, lanjutnya, jika harga minyak melambung melebihi US$ 100 per barel untuk rata-rata per tahunnya, maka kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi perlu segera dipertimbangkan. Atau defisit anggaran perlu diperlebar. "Maksimal defisit itu diperlebar sampai 2,5%, karena kalau 3% itu kan terlalu besar untuk perekonomian kita, enggak bagus juga," terangnya.
Sementara itu, lanjutnya, jika tak ada kenaikan harga BBM, maka dampaknya terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi tidak secara langsung. "Yang signifikan adalah ketika harga minyak itu dilepas. Kalau dinaikkan tentu akan berdampak dan akhirnya menggerus pertumbuhan ekonomi," tandasnya.
Menurutnya, jika harga minyak terus terdorong naik maka tentu akan dampak terhadap ICP. "Perlu dilihat dalam dua kuartal rata-rata harga minyak dunia seperti apa, kalau memang rata-rata US$ 100 per barel maka asumsi ICP harus diubah karena ICP kemungkinan mendekati itu, tapi masih di bawah. Karena kan toleransinya US$ 10 dollar," ucapnya.
Untuk harga minyak mentah dunia sendiri, Prasentyantoko memperkirakan harga minyak tak akan sampai menyentuh melebihi US$ 150 per barel hingga akhir tahun nanti. "Secara fundamental sih enggak akan melebihi itu, tetapi kita enggak tahu pasti karena ini kan ada faktor spekulasi komoditi apakah akan tinggi atau enggak. Karena spekulasi itu bisa mendorong harga minyak hingga kisaran US$ 140-US$ 160 per barel," katanya.
Hanya saja, Prasentyantoko memperkirakan bahwa tren kenaikan harga minyak ini berlangsung dalam jangka menengah atau hingga pertengahan tahun 2011. Ia mengatakan, hingga kuartal II harga minyak masih akan berada pada kisaran US$ 100 per barel, kemudian kuartal III akan turun, dan kuartal IV kembali naik karena memasuki musim dingin. Dengan demikian, rata-rata per tahun diperkirakan akan berada di bawah US$ 100 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News