Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah sudah melakukan ancang-ancang untuk menjaga penerimaan negara, untuk menghadapi gonjang ganjing di tingkat global akibat kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, belajar dari semua tekanan perekonomian yang pernah terjadi, sebelum Trump mengumumkan tarif resiprokal ke berbagai negara termasuk Indonesia, pemerintah sudah terlebih dahulu melakukan deregulasi.
“Jadi berdasarkan instruksi Bapak Presiden, bahkan sebelum Trump liberation day tarif, kita sudah diminta untuk memformulasikan, deregulasi,” tutur Sri Mulyani dalam agenda Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia, Selasa (8/4).
Untuk diketahui, deregulasi adalah proses penghapusan atau pengurangan regulasi negara, terutama yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi, dengan tujuan menyederhanakan dan meningkatkan efisiensi.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Defisit APBN Maret 2025 Capai 0,43% dari PDB
Ia menjelaskan, beberapa deregulasi yang sudah dilakukan adalah terkait kebijakan Coretax system, yang dinilai sudah membaik, sehingga bisa mempercepat proses pemeriksaan, proses keberatan dan termasuk validasi dari instansi melalui layanan.
“Ini membuat nanti dokumentasi menjadi lebih mudah, sehingga segala proses termasuk restitusi menjadi jauh lebih cepat,” ungkapnya.
Ia menerangkan, pemeriksaan pajak akan diperpendek 50% waktunya, dari 12 bulan menjadi 6 bulan. Untuk pemeriksaan wajib pajak yang sifatnya grup, seperti untuk transfer dari semula 2 tahun, menjadi 10 bulan.
Menurutnya, dengan adanya reformasi di sistem perpajakan, juga bisa menangani permasalahan pajak yang dikeluhkan Trump, hingga membuat kebijakan pengenaan tarif perdagangan sebesar 32% terhadap Indonesia.
“Ini membuat nanti dokumentasi menjadi lebih mudah, sehingga segala proses termasuk restitusi menjadi lebih cepat, karena ini termasuk salah satu yang menjadi potensial complain yang muncul dari United States Trade Representative (USTR) terhadap Indonesia,” tambahnya.
Selanjutnya, terkait layanan restitusi ia memastikan pelayanannya sudah lebih cepat. Misalnya untuk restitusi wajib pajak orang pribadi yang nilainya di bawah Rp 100 juta tidak lagi dilakukan pemeriksaan, sedangkan lainnya, dengan Coretax pengembalian lebih bayar PPN katanya sudah otomatis.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Perhitungan Kebijakan Resiprokal Trump Sulit Dipahami
“Ini akan sangat mempengaruhi banget dari sisi cash flow dari perusahaan. Kita juga penetapan nilai pabean dan ini juga termasuk yang di komplain oleh pelaku usaha termasuk yang dari Amerika, kita akan menggunakan rentang harga yang berbasis bukti yang valid jadi ini lebih memberikan kepastian,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani membeberkan terdapat juga reformasi dari sisi penetapan penghapusan kuota impor, dan peraturan teknisnya. Kebijakan ini dinilai sangat membantu, karena kuota itu tidak mempengaruhi penerimaan negara, namun malah menambah beban transaksi dan menimbulkan ketidaktransparanan.
Bendahara keuangan negara ini membeberkan, seluruh reformasi pelayanan perpajakan ini setara pengurangan tarif perdagangan dari Indonesia hingga mencapai 2%. Sehingga, tekanan tarif dari Trump yang sebesar 32% akan lebih rendah di Indonesia sebesar 2% dari beban tarif.
“Kalau kuota dihapus akan sangat menentukan banget perbaikan dari sisi ekspor dan impor Indonesia. Ada juga penyediaan perizinan dan tata niaga impor yang akan disederhanakan berbasis IT dan data, juga pergeseran dari pengawasan border menjadi post border dengan national logistic ecosystem,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News