Reporter: Barly Haliem | Editor: Sandy Baskoro
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden keenam Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tergelitik menyoroti gejolak sosial di Amerika Serikat.
SBY menuangkan analisis dan keprihatinannya atas kerusuhan massa berbau rasialis di Negeri Paman Sam melalui tulisan panjang di akun Facebooknya. SBY memberi judul menggelitik, Amerika, Are You Ok?
Berikut tulisan lengkap SBY yang diunggah pada 3 Juni 2020.
Ada kobaran api di Amerika. Ada kerusuhan dan penjarahan di banyak kota. Suasananya seperti “perang”. Puluhan ribu tentara yang ada di wilayah (national guard) sudah dikerahkan dan diterjunkan. Ribuan pengunjuk rasa dan perusuh ditahan. Banyak pula kota yang memberlakukan jam malam.
Dunia tercengang.
Apa yang sesungguhnya terjadi? Mengapa Amerika jadi begitu? Inilah pertanyaan yang muncul di banyak negara.
Ternyata masyarakat internasional bukan hanya tercengang. Muncul pula protes-protes yang menunjukkan solidaritasnya dengan komunitas kulit hitam Amerika itu. Kita saksikan, paling tidak terjadi di 14 kota besar di dunia ~ London, Paris, Berlin, Copenhagen, Milan, Dublin, Krakow, Perth, Sydney, Auckland, Christchurch, Vancouver, Toronto, dan Rio de Janeiro.
Saya tidak ikut-ikutan tercengang. Cuma merenung. Dan mau bertanya sedikit “Are you OK, Amerika?" Yang bertanya begini mungkin banyak. Di seluruh dunia. Bukan hanya saya.
Saya tidak termasuk orang yang anti Amerika. Atau anti Barat.
Dalam pengabidan panjang saya sebagai prajurit TNI (sekitar 30 tahun), empat kali saya mengemban tugas pendidikan dan pelatihan di Amerika Serikat. Ketika menjadi Menteri dan Presiden, saya juga sering melakukan kunjungan ke negara Paman Sam itu. Termasuk membangun kemitraan strategis (Strategic Partnership) di antara ke dua negara, Indonesia - Amerika Serikat. Hubungan dan kerjasama yang saling menguntungkan dan saling hormat menghormati dulu terus kita jalin, baik pada masa pemerintahan Presiden Bush maupun Presiden Obama.
Satu catatan, ketika hubungan Indonesia - Amerika terus berkembang dengan baik, kita juga menjalin hubungan (termasuk kemitraan strategis) dengan negara lain. Negara-negara itu sebagian adalah “rival” Amerika. Menurut saya, sesuai amanah para pendiri republik, “politik bebas aktif” harus tetap menjadi haluan kita.
Di era saya dulu, saya tambahkan lagi dengan “all direction foreign policy”. Artinya, menjalin hubungan baik ke segala penjuru dunia, apapun ideologi dan sistem politik yang dianut negara-negara itu. Syaratnya, mereka menghormati kedaulatan kita dan memiliki “common interests” dengan Indonesia.
Sungguhpun saya tidak membenci dan anti Amerika, namun saya bukanlah tipe orang yang “mendewakan” Amerika. Mengapa ini harus saya katakan?
Banyak orang di dunia ini, saya kira di negeri kita juga ada, yang sangat mengagungkan Amerika Serikat. Seolah, negara itu selalu benar. Tidak pernah salah. Orang-orang itu juga menganggap Amerika bisa menjadi “role model”. Menjadi panutan dan rujukan.
Mungkin demokrasinya, HAM-nya, kebebasannya, pranata hukumnya, sistem politiknya, pemilunya, ekonomi pasarnya, ketokohan presidennya dan lain-lain.